Rabu, 05 Oktober 2016

Malam Ceria

Seperti mengalihkan semua kekuatan alam, ketika kemarahan datang terkadang tak  ada objek lain yang lebih menarik selain dirimu. Namun apakah arti kemarahan itu sendiri ketika dituruti hanya mengundang sesal di akhir.

Dikelilingi oleh orang-orang asing, hanya dua orang diantaranya benar-benar berarti dan mengerti. Satu orang berada di dalam ruangan, menikmati profesinya dalam kelelahan yang dia sesalkan di antara waktu luang yang ada untuk beristirahat. Kantung matanya tak pernah pudar, hanya sesekali tampak lebih tipis karena waktu yang dengan baik ia gunakan untuk istirahat. Waktu kami saling mengenal tak lama, namun aku tau bahwa aku rela menjadi membantunya apapun agar kami tetap berteman, dan sebenar agar membuat dirinya tau bahwa ia berharga bagiku.

Seorang lagi di duduk di depanku, terpaku pada gadgetnya, smartphone dan laptop yang ia andalkan untuk bertahan hidup. Hidupnya tak mudah jelas, terutama dibandingkan dengan hidupku, dan aku jelas bukan orang yang dia butuhkan, hanya teman bermain saja. Namun bagiku dia seorang guru, seorang panutan yang sangat kuhormati karena pengalaman hidupnya. Dia bukan orang yang sepenuhnya benar, tapi bukankah semua orang begitu? Orang yang juga selalu kuandalkan ketika merana dan bahagia datang, tidak harus selalu bercerita namun ada di saat-saat seperti itu sudah cukup.

Malam semakin larut dan tempat ini semakin ramai. Seorang bule yang duduk di ujung depanku tak lagi sendiri. Sempat kupikir ia hanya berkunjung untuk melihat salah satu tempat recommended dan berlalu seperti turis pada umumnya. Tak demikian ternyata. Seorang temannya datang setelah gelas kopinya habis, mengakhiri penantiannya. Sederet cerita terlontar dengan antusias setelah temannya mengucapkan penyesalannya karena keterlambatan yang tak juga ia harapkan. Bahasa yang masih bisa kutangkap sedikit-sedikit dalam keterbatasan ini. Senang rasanya memiliki teman saat berada di tempat asing.

Tiga orang di sebelah kananku belum lama datang, tempat yang mereka duduki tak pernah kosong dalam waktu yang lama, dan bahkan saat ini hanya ada satu meja kosong di dalam ruangan no smoking. Ketiganya asyik mengobrol disela asap tembakau berfilter khas anak muda. Hmm tapi sebungkus sampurna kretek tampak di atas meja, tak semuanya ternyata. Sederet meja panjang ditengah tak hanya diisi mereka bertiga, begitu nyaman sampai aku tak menyadarinya.

Kulihat seorang adik kelasku di dalam ruangan no smoking, aku tak bisa mengingat namanya, namun wajahnya jelas familiar. Sudah terlalu lama untuk jaman SMP bagiku mengingat siapa namanya, toh dia hanya seorang adik kelas, salah satu orang berada yang sangat kuingat gayanya yang glamor saat itu.

Tak kutau apa yang ada di belakangku, hanya obrolan yang semakin riuh karena diserang rintik hujan, salah satu bunyi yang begitu menentramkan. Yang kutau meja di belakangku baru saja terisi. Berbeda dengan mejaku sendiri, penghuninya telah berganti lagi kecuali diriku. Dua orang yang belakangan menjadi teman main dan menugasku. Lucu rasanya bisa dekat dengan mereka seperti ini, di ajak berkumpul dengan orang-orang yang kupuja dan kukagumi. Dan juga sebagai perenunganku untuk bersikap lebih baik setelah pengalaman-pengalaman kehilangan teman.

Aku tau kamu entah dimana, mungkin di peraduanmu, sedang mengalami pertentangan. Dan aku disini merasa tak berguna, tak berguna bagi niat dan tekadku, tak berguna untuk berusaha memahamimu. Musuhku masih tetap dirimu, tekadmu dan prioritasmu yang berganti hanya tekadku untuk tak lagi berusaha memahamimu yang tampaknya tak berguna juga. Mau bertaruh bagaimana pun juga, aku takkan bisa merubah tekadmu. Kewajiban ini bertentangan dengan tanggung jawabmu saat ini, dan mau bagaimanapun kamu menunjukkan kamu berusaha memprioritaskan kewajibanmu, aku tak  akan mempercayaimu. Bahkan ketika kamu mampu pun kamu tak menunjukkannya, kamu lebih memilih terseret dalam ajakan orang-orang, tempat yang nyaman bagimu.

Ledakan amarahku bercampur. Padamu? Padaku? Pada semuanya. Bahkan pengendara motor pun jadi sasaranku. Dan aku kelelahan belakangan ini. Kelelahan yang tidak kupahami, atau mungkin kupahami namun tak bisa kukendalikan. Aku harus berlari kepada siapa, situasi yang sama yang dulu sempat kukendalikan kini muncul lagi. Tak berharga sungguh.

Ku bernafas sekali lagi. Kelelahanku kuserahkan pada ahlinya yang mungkin bisa membantu. Lima macam alternative dialamatkan langsung, kuharap bisa berfungsi bagiku. Doaku selalu tentangmu, begitu juga pikiranku, mimpiku, hanya kata-kataku yang sekarang kukendalikan, tak ingin orang lain tau aku rapuh karenamu.


Blanco Coffee and Book

Tidak ada komentar:

Posting Komentar