Seperti mengalihkan semua kekuatan alam, ketika kemarahan datang terkadang tak ada objek lain yang lebih menarik selain dirimu. Namun apakah arti kemarahan itu sendiri ketika dituruti hanya mengundang sesal di akhir.
Dikelilingi oleh
orang-orang asing, hanya dua orang diantaranya benar-benar berarti dan
mengerti. Satu orang berada di dalam ruangan, menikmati profesinya dalam
kelelahan yang dia sesalkan di antara waktu luang yang ada untuk beristirahat. Kantung
matanya tak pernah pudar, hanya sesekali tampak lebih tipis karena waktu yang
dengan baik ia gunakan untuk istirahat. Waktu kami saling mengenal tak lama,
namun aku tau bahwa aku rela menjadi membantunya apapun agar kami tetap
berteman, dan sebenar agar membuat dirinya tau bahwa ia berharga bagiku.
Seorang lagi di
duduk di depanku, terpaku pada gadgetnya, smartphone dan laptop yang ia
andalkan untuk bertahan hidup. Hidupnya tak mudah jelas, terutama dibandingkan
dengan hidupku, dan aku jelas bukan orang yang dia butuhkan, hanya teman
bermain saja. Namun bagiku dia seorang guru, seorang panutan yang sangat
kuhormati karena pengalaman hidupnya. Dia bukan orang yang sepenuhnya benar,
tapi bukankah semua orang begitu? Orang yang juga selalu kuandalkan ketika
merana dan bahagia datang, tidak harus selalu bercerita namun ada di saat-saat
seperti itu sudah cukup.
Malam semakin
larut dan tempat ini semakin ramai. Seorang bule yang duduk di ujung depanku
tak lagi sendiri. Sempat kupikir ia hanya berkunjung untuk melihat salah satu
tempat recommended dan berlalu seperti turis pada umumnya. Tak demikian
ternyata. Seorang temannya datang setelah gelas kopinya habis, mengakhiri
penantiannya. Sederet cerita terlontar dengan antusias setelah temannya
mengucapkan penyesalannya karena keterlambatan yang tak juga ia harapkan. Bahasa
yang masih bisa kutangkap sedikit-sedikit dalam keterbatasan ini. Senang rasanya
memiliki teman saat berada di tempat asing.
Tiga orang di
sebelah kananku belum lama datang, tempat yang mereka duduki tak pernah kosong
dalam waktu yang lama, dan bahkan saat ini hanya ada satu meja kosong di dalam
ruangan no smoking. Ketiganya asyik mengobrol disela asap tembakau berfilter
khas anak muda. Hmm tapi sebungkus sampurna kretek tampak di atas meja, tak
semuanya ternyata. Sederet meja panjang ditengah tak hanya diisi mereka
bertiga, begitu nyaman sampai aku tak menyadarinya.
Kulihat seorang
adik kelasku di dalam ruangan no smoking, aku tak bisa mengingat namanya, namun
wajahnya jelas familiar. Sudah terlalu lama untuk jaman SMP bagiku mengingat
siapa namanya, toh dia hanya seorang adik kelas, salah satu orang berada yang
sangat kuingat gayanya yang glamor saat itu.
Tak kutau apa
yang ada di belakangku, hanya obrolan yang semakin riuh karena diserang rintik
hujan, salah satu bunyi yang begitu menentramkan. Yang kutau meja di belakangku
baru saja terisi. Berbeda dengan mejaku sendiri, penghuninya telah berganti
lagi kecuali diriku. Dua orang yang belakangan menjadi teman main dan
menugasku. Lucu rasanya bisa dekat dengan mereka seperti ini, di ajak berkumpul
dengan orang-orang yang kupuja dan kukagumi. Dan juga sebagai perenunganku
untuk bersikap lebih baik setelah pengalaman-pengalaman kehilangan teman.
Aku tau kamu
entah dimana, mungkin di peraduanmu, sedang mengalami pertentangan. Dan aku
disini merasa tak berguna, tak berguna bagi niat dan tekadku, tak berguna untuk
berusaha memahamimu. Musuhku masih tetap dirimu, tekadmu dan prioritasmu yang
berganti hanya tekadku untuk tak lagi berusaha memahamimu yang tampaknya tak
berguna juga. Mau bertaruh bagaimana pun juga, aku takkan bisa merubah tekadmu.
Kewajiban ini bertentangan dengan tanggung jawabmu saat ini, dan mau
bagaimanapun kamu menunjukkan kamu berusaha memprioritaskan kewajibanmu, aku
tak akan mempercayaimu. Bahkan ketika
kamu mampu pun kamu tak menunjukkannya, kamu lebih memilih terseret dalam
ajakan orang-orang, tempat yang nyaman bagimu.
Ledakan amarahku
bercampur. Padamu? Padaku? Pada semuanya. Bahkan pengendara motor pun jadi
sasaranku. Dan aku kelelahan belakangan ini. Kelelahan yang tidak kupahami,
atau mungkin kupahami namun tak bisa kukendalikan. Aku harus berlari kepada
siapa, situasi yang sama yang dulu sempat kukendalikan kini muncul lagi. Tak berharga
sungguh.
Ku bernafas
sekali lagi. Kelelahanku kuserahkan pada ahlinya yang mungkin bisa membantu. Lima
macam alternative dialamatkan langsung, kuharap bisa berfungsi bagiku. Doaku selalu
tentangmu, begitu juga pikiranku, mimpiku, hanya kata-kataku yang sekarang
kukendalikan, tak ingin orang lain tau aku rapuh karenamu.
Blanco Coffee and Book
Tidak ada komentar:
Posting Komentar