Tanah liat. Begitu
kental, sulit ditembus namun lingkungan yang membentuknya, memberikan gambaran
tentang dunia saat ini, memberinya proses untuk mengetahui apa yang diinginkan
dunia ataupun dirinya sendiri. Kemudian seorang pengrajin datang, mengambil
dirinya, membentuknya dalam rupa yang sedemikian agar tampak indah bagi dunia
namun tak pernah benar-benar mengubah struktur asli yang telah tercampur
padanya. Begitu liat, ramah pada air di sisi luar, namun sulit untuk
benar-benar mencampurkan air itu ke dalamnya, liat. Perlahan tangan-tangan
terampil dengan penuh kesabaran menyentuhnya lembut, tekanan sedikit di ujung
sana dan sini, rabaan halus untuk memastikan tak ada bentuk yang luput. Sangat mudah
untuk kembali menghancurkannya, masih sangat mungkin membentuknya menjadi
sesuatu yang lain, terlampau aman untuk merasakan kejanggalan karena semua
masih dalam proses meski tak dipungkiri ada ketakutan bagaimana ia akan
diterima di dunia sebenarnya dalam wujud barunya yang masih dalam proses dan
belum matang.
Indah. Satu kata
yang mudah untuk menggambarkanmu meski proses terakhir yang paling menyakitkan
belum terlewati. Namun tak ada yang melarang bagaimana orang-orang
mengimpikanmu hadir di dunia, menjadi bagian dari dunia.
Tungku pembakaran
telah panas, siap memberikan proses terakhir. Menyakitkan mungkin, namun
deritanya tersamar dengan baik oleh berbagai pikiran dan doktrin-doktrin yang
masih berusaha menghampirimu, menunggu untuk diseleksi dan akhirnya ikut
terbakar menyatu denganmu. Panas itu hanya proses panjang yang menunggumu siap
untuk berhasil. Secara nyata tentunya sangat menyakitkan, mengetahui bahwa
dunia menghampirimu dengan kekejamannya sendiri hanya untuk melihatmu mampu
melewatkannya dan menerima ketakutan dan kehampaan lebih daripada sebelumnya.
Berjam-jam, tak
hanya dunia yang gelisah menantikanmu, bahkan pengrajinmu pun tak ingin gagal. Pengrajin
yang berpikir bahwa dialah pembentukmu sejati, berpikir mengambilmu
mentah-mentah dari alam dan bangga karena dapat membawamu pada dunia. Namun benarkah
itu? Tak bisa dipungkiri bahwa ia pun terlibat dalam kehadiran, kematanganmu,
maka bangga benar ada ketika kamu keluar dari tungku pembakaran. Keras, tak
lagi liat dan mudah dibentuk, namun siap untuk dihadapkan pada dunia.
Dan dunia
mengagumimu, memandangmu pada keindahan serta ketrampilan yang diselipkan
pengrajin padamu. Kamu menjadi bagian dari dunia, berguna secara nyata,
menghadirkan kebahagiaan dan kesenangan tersendiri dalam kekakuanmu yang entah bagaimana
kamu, jauh di dalam dirimu sana berpijak dan berpikir.
Hingga suatu
saat, ketika kamu berdiri megah menghiasi suatu ruangan, atau berguna secara
sederhana dalam kehidupan insan lain, hidupmu hancur karena ulah entah
kesengajaan maupun tidak. Tatanan, kekakuanmu yang telah tercampur dan menjadi
bagian dari dunia tercerai berai menjadi beberapa dan mungkin lebih
bagian-bagian. Kamu jatuh. Kamu bukan lagi tanah liat murni yang ketika jatuh
takkan mudah tercerai berai, tidak lagi di tangan pengrajin yang ketika terjadi
kesalahan masih dapat dibentuk ulang, kamu telah menjadi sesuatu yang ketika
jatuh akan membuatmu tercerai berai, tubuhmu terpisah-pisah. Perlu usaha untuk
mengembalikanmu utuh, namun benarkah kamu utuh kembali? Perekat mampu
mengembalikan bentukmu, namun tak semua kembali menjadi satu. Serpihan-serpihan
kecil yang tak mungkin direkatkan kembali akan terbuang sia-sia, sari-sari
tubuhmu akan cacat, dan benarkah luka itu sepenuhnya hilang oleh perekat? Kamu tetap
kehilangan, entah sebagian besar atau pun kecil. Malang lagi ketika dunia
merasa tak lagi memerlukanmu dan kamu tersapu menjadi satu dari banyak bagian
untuk dilempar pada tempat sampah, tempat semua hal yang tak lagi berguna
berakhir.
Aku menemukanmu ketika kamu berada di tangan pengrajin, ketika bentukmu, struktur liatmu masih berusaha kupahami. Aku jatuh cinta padamu dan kamu mengetahuinya. Namun aku tak siap dengan diriku, fakta bahwa aku bisa mencintaimu, fakta bahwa aku perlu berhadapan dengan kamu, orang yang telah bermanis pahit dengan dunia meski umurmu tak menggambarkannya. Kulepas keyakinanku dan berjuang, berdebat, mencari lagi siapa diriku, apakah aku ini, mengapa aku, mengapa sekarang. Kamu ada bersamaku ketika aku dalam pergulatan, ketika kamu dalam pembentukan, dan kemudian kamu menghilang, atau mungkin aku.
Masih kupikir kamu hanya persinggahan yang mengganggu keyakinanku hingga kita kembali bertemu. Aku dengan keputusasaan menerima siapa diriku yang mencintaimu, dan kamu disana dengan bentuk barumu yang indah. Kukatakan lagi siapa aku, dan apa kamu bagi diriku, namun kamu tak lagi sama, dengan kamu yang baru, yang telah begitu sempurna menghadapi dunia dan aku dengan sisa-sisa keputusasaan yang ada ditambah dengan kemantapan keputusan dalam diriku. Jungkir balik konyol karena cinta kujalani, konyol jelas namun sungguh terasa. Dan sekali lagi kamu tetap kamu yang baru, tak ada lagi yang mampu membentukmu kembali atau pun memberikanmu doktrin-doktrin meski hanya kamu yang tau mana yang ingin kamu terima.
Aku tak pernah mengharapkanmu jatuh, aku berdoa untukmu. Kepahitanmu sudah cukup banyak dan memenuhi kenangan-kenanganmu, aku hanya ingin ada lebih banyak kebahagiaan pada dirimu, lebih dari yang kamu miliki saat ini. Aku tahu aku takkan jadi bagian dari kebahagiaan-kebahagiaanmu, bahkan mungkin aku akan meninggalkan bekas luka padamu, namun aku akan berusaha untuk membuatmu tersenyum dan kuat, memahamimu dari jauh, menyadari betapa kamu mengubah hidupku dengan indah.
Jika ada waktu, coba ingat aku sesekali….
Jumat, 16 September 2016
2:10 AM Platinum Internet Cafe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar