Kamis, 22 September 2016

THE GUILT


Seseorang tidak pernah mengenal kebenaran mutlak, yang dia tau hanyalah fakta bahwa benar adalah segala yang diterima oleh sekitarnya, yang membuat orang lain memuji dirinya, yang membuat dirinya setara dengan orang-orang sekitar serta dirasa layak untuk tidak dipergunjingkan. Bersyukurlah bagi mereka yang berhasil hidup di dalamnya, tak pernah muncul rasa berontak atau ketidaknyamanan dalam “kebenaran” tersebut. “Kebenaran” ini adalah benar, seperti namanya, dan orang-orang yang memaksa, membentuk pribadi seseorang sesuai “kebenaran” ini juga benar. Mereka memiliki sebuah pedoman, pedoman untuk mendamaikan hidup mereka dan berharap hidup anak cucu pula.

“I’m not in mood to fix any trouble that I made, I’m not in mood to behave either. But, I’m and I do in mood to make any trouble”

Darah tinggi bukan penyakitmu, namun jika rasa pusing memuakkan itu datang maka ada yang berlebihan dalam hidupmu, entah makananmu, pikiranmu atau bahkan perasaanmu, jika ada. Melihatmu seperti ini, melambungkanku ke beberapa waktu lalu, kala cakap-cakap ringan denganmu tak seringan yang kukira.
“Tigus, Pernahkah kamu membayangkan menjadi orang tua, mendidik anakmu dengan sedemikian rupa, disiplin, tertib, tahu diri, rendah hati, mandiri, berpendirian kuat, patuh dan segala hal yang baik? Tidak sempurna memang, tapi tepat dan sistematis, membuat sebagian besar orang tua di sekitarmu heran bagaimana kamu menerapkannya, pendidikan dari usia sedemikian dini pada anakmu dan anakmu bisa patuh padamu. Pujian datang bagimu sebagai orang tua dan bagi anakmu. Berbagai harapan menghampiri dari para pemuji, berharap anakmu akan berhasil dan mereka menantikan kejutan apa yang akan anakmu lakukan di masa mendatang. Masa-masa sulitmu dalam mendidik anak seakan terbayar mendengar pujian dan harapan mereka. Namun masalah sesungguhnya ada di anakmu. Ketika ia beranjak dewasa, perangainya menjadi pemberontak, sulit diatur, jangankan patuh, mau mendengarpun sudah baik. Anakmu berubah menjadi seseorang yang tak kamu kenal, seolah ada dinding tebal nan tinggi yang ia bangun entah untuk apa, melindungi dirinya? Tapi untuk apa? Menutupi sesuatu? Tapi mengapa?”
Aku hanya mampu mendengarkannya berbicara, sesekali kuposisikan diriku sebagai orang tua meski darah mudaku tak bisa menghilangkan derasnya pemikiran anak muda.
“Gus, Terkadang aku bertanya-tanya,membayangkan sendiri jika aku memiliki anak semacam itu. System apa yang harus diperbaiki. Coba piker Gus, apalagi yang harus kamu perbaiki dalam systemmu dalam mendidik anak?”
Aku mengerti sedari awal bahwa ia mencoba membagikan kebingungannya. Sosok yang ia suruh aku bayangkan itu adalah orang tuanya, dan si anak adalah dirinya sendiri. Seorang anak yang sedang dalam kebingungan.
“Aku ni kurang apa, kasih sayang ada, materi tidak melimpah ruah namun cukup, semua hidupku terjamin, pendidikan masa kecilku jelas, namun diriku yang sekarang tidak sesuai hasilnya dengan system yang telah tertanam bagiku. Kusakiti hati orang tuaku berkali-kali, aku tak mengerti mengapa ada keengganan begitu besar jika mereka masuk dalam hidupku, hidup yang kuakui sangat kacau. Mereka tak pernah berhenti mengingatkan, menyelamatkanku dari masa tua penuh derita, namun benarkah aku ingin hidup hingga tua. Kubangun dinding tebal dan tinggi, tak ingin mereka tau siapa aku dan aku pun tak mengerti alasannya dengan yakin. Sebagian keyakinanku bilang karena tidak seharusnya aku bersikap demikian, ini semua tidak sesuai dengan semua ajaran yang telah ditanamkan sejak kecil padaku. Sebagian lagi mengatakan bahwa system hanya berusaha membentukku, memberikanku panduan, namun tak pernah benar-benar bermanfaat apabila aku memiliki kebenaran yang ingin kubentuk sendiri”
Kukatakan padanya “Aku begitu heran mengapa kamu mampu mengeraskan hatimu dan bersikap acuh pada fondasi hidupmu?” pertanyaan itu jujur kulontarkan, terlebih aku tak benar-benar bisa menemukan respons yang tepat untuk luapan pikirannya.
“Gus,” katanya diiringi tawa hambar “Kau piker aku pun tak pernah merenungkannya?”

Love changes me, any kind of love
Family will be number one although there is not enough space in my list to write it down

Jumat 23 September 2016

My room, 2:07 AM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar