Seseorang tidak
pernah mengenal kebenaran mutlak, yang dia tau hanyalah fakta bahwa benar
adalah segala yang diterima oleh sekitarnya, yang membuat orang lain memuji
dirinya, yang membuat dirinya setara dengan orang-orang sekitar serta dirasa
layak untuk tidak dipergunjingkan. Bersyukurlah bagi mereka yang berhasil hidup
di dalamnya, tak pernah muncul rasa berontak atau ketidaknyamanan dalam “kebenaran”
tersebut. “Kebenaran” ini adalah benar, seperti namanya, dan orang-orang yang
memaksa, membentuk pribadi seseorang sesuai “kebenaran” ini juga benar. Mereka memiliki
sebuah pedoman, pedoman untuk mendamaikan hidup mereka dan berharap hidup anak
cucu pula.
“I’m not in mood to fix any trouble that I made, I’m not in mood to behave either. But, I’m and I do in mood to make any trouble”
Darah tinggi
bukan penyakitmu, namun jika rasa pusing memuakkan itu datang maka ada yang
berlebihan dalam hidupmu, entah makananmu, pikiranmu atau bahkan perasaanmu,
jika ada. Melihatmu seperti ini, melambungkanku ke beberapa waktu lalu, kala
cakap-cakap ringan denganmu tak seringan yang kukira.
“Tigus, Pernahkah
kamu membayangkan menjadi orang tua, mendidik anakmu dengan sedemikian rupa,
disiplin, tertib, tahu diri, rendah hati, mandiri, berpendirian kuat, patuh dan
segala hal yang baik? Tidak sempurna memang, tapi tepat dan sistematis, membuat
sebagian besar orang tua di sekitarmu heran bagaimana kamu menerapkannya,
pendidikan dari usia sedemikian dini pada anakmu dan anakmu bisa patuh padamu. Pujian
datang bagimu sebagai orang tua dan bagi anakmu. Berbagai harapan menghampiri
dari para pemuji, berharap anakmu akan berhasil dan mereka menantikan kejutan
apa yang akan anakmu lakukan di masa mendatang. Masa-masa sulitmu dalam
mendidik anak seakan terbayar mendengar pujian dan harapan mereka. Namun masalah
sesungguhnya ada di anakmu. Ketika ia beranjak dewasa, perangainya menjadi
pemberontak, sulit diatur, jangankan patuh, mau mendengarpun sudah baik. Anakmu
berubah menjadi seseorang yang tak kamu kenal, seolah ada dinding tebal nan
tinggi yang ia bangun entah untuk apa, melindungi dirinya? Tapi untuk apa? Menutupi
sesuatu? Tapi mengapa?”
Aku hanya mampu
mendengarkannya berbicara, sesekali kuposisikan diriku sebagai orang tua meski
darah mudaku tak bisa menghilangkan derasnya pemikiran anak muda.
“Gus, Terkadang
aku bertanya-tanya,membayangkan sendiri jika aku memiliki anak semacam itu. System
apa yang harus diperbaiki. Coba piker Gus, apalagi yang harus kamu perbaiki
dalam systemmu dalam mendidik anak?”
Aku mengerti
sedari awal bahwa ia mencoba membagikan kebingungannya. Sosok yang ia suruh aku
bayangkan itu adalah orang tuanya, dan si anak adalah dirinya sendiri. Seorang anak
yang sedang dalam kebingungan.
“Aku ni kurang
apa, kasih sayang ada, materi tidak melimpah ruah namun cukup, semua hidupku
terjamin, pendidikan masa kecilku jelas, namun diriku yang sekarang tidak
sesuai hasilnya dengan system yang telah tertanam bagiku. Kusakiti hati orang
tuaku berkali-kali, aku tak mengerti mengapa ada keengganan begitu besar jika
mereka masuk dalam hidupku, hidup yang kuakui sangat kacau. Mereka tak pernah
berhenti mengingatkan, menyelamatkanku dari masa tua penuh derita, namun
benarkah aku ingin hidup hingga tua. Kubangun dinding tebal dan tinggi, tak
ingin mereka tau siapa aku dan aku pun tak mengerti alasannya dengan yakin. Sebagian
keyakinanku bilang karena tidak seharusnya aku bersikap demikian, ini semua
tidak sesuai dengan semua ajaran yang telah ditanamkan sejak kecil padaku. Sebagian
lagi mengatakan bahwa system hanya berusaha membentukku, memberikanku panduan,
namun tak pernah benar-benar bermanfaat apabila aku memiliki kebenaran yang
ingin kubentuk sendiri”
Kukatakan padanya
“Aku begitu heran mengapa kamu mampu mengeraskan hatimu dan bersikap acuh pada
fondasi hidupmu?” pertanyaan itu jujur kulontarkan, terlebih aku tak
benar-benar bisa menemukan respons yang tepat untuk luapan pikirannya.
“Gus,” katanya diiringi tawa
hambar “Kau piker aku pun tak pernah merenungkannya?”
Love changes me, any kind of love
Family will be number one although there is not enough space in my list to write it down
Jumat 23 September 2016
My room, 2:07 AM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar