Rabu, 23 Maret 2011

TERBANG BERSAMA HUJAN

by Adeninova Atmojo on Tuesday, March 22, 2011 at 9:02pm
 
 
"Pagi Bass..." suara Lato menyambut saat aku keluar kamar. Ia tengah mengelap motor pitung yang telah menemaninya bertahun-tahun.
"Pagi..., bu kos ada di dalam?" balasku. Lato menunjuk ke arah rumah besar dengan jempol kanannya sambil tersenyum.
Dengan langkah mantap aku masuk ke bangunan utama di tanah yang besar itu.
"Bu...." panggilku sambil mencari-cari. Sesosok wanita datang dari arah dapur sambil tersenyum menatapku."Begini bu.., minggu lalu Bapak saya memberikan saya restu untuk pergi mengambil s2 di Jerman, itu adalah sebuah mukjizat untuk saya, dan hari ini adalah pengumuman hasil tes, saya mohon doa ibu", ucapku sopan. Ibu Kos hanya tersenyum.
"Saya tidak tau apa yang Bapak saya pikirkan, namun semua ini tidak akan terwujud jika bukan karena Ibu juga."
Diraihnya kepalaku dengan kedua tangannya, aku pun tertunduk. Diusap bak anaknya sendiri, memberi restu. Ku bisa rasakan tetesan air mata harunya. Ibu Kos adalah sesosok yang selalu mendukungku dalam lima tahun masa rantauku. Ia tak pernah mengeluh atau pun memberi saran pada segala ucap yang kukatakan, hanya senyum. Ya, ia memang bisu, namun semua dukungan tanpa kata2nya cukup untukku.

Ku raih stang sepeda tuaku yang terparkir di dinding depan kamar kosku, tak bisa kubayangkan dalam satu bulan ke depan aku akan bersepeda di tempat yang jauh berbeda. Ku kayuh menuju tempat tes beasiswa s2 ku. Kali ini kurasakan sungguh, tuanya stang bengkok dalam genggamanku. Terkenang setiap detik saat terik matahri dan hujan memayungiku di atas pedal dan sedel yang penuh karat ini.

Bangunan itu berdiri seratus meter di depanku. Kuturun dari sepeda dan menuntunnya. Aku ingin menyiapkan diri setelah kugantung optimisku setinggi langit, namun juga bersiap untuk jatuh ke laut terdalam.

"Bass!! Aku masuk!!", Rio berlari ke arahku, bisa kurasakan degup jantungku bertambah cepat. Rio menjadi orang pertama yang kukenal karena di belakangnyalah aku berdiri mengantri mengumpulkan hasil penelitianku untuk program beasiswa ini.

Ku tinju lengannya sebagai ucapan selamat, lalu tanpa kata aku menuju papan pengumuman. Ku parkirkan sepedaku limat meter di depan papan, lalu ku dekati.

aku tak yakin dengan lembar pertama, karena menurut peraturan, pengumuman akan diurutkan dari yang terbaik. namun tetap kucari dari lembar itu. tak perlu menunggu lama untuk meledakkan isi hatiku. namaku ada di barisan ke sepuluh.
aku tak bisa berteriak, aku tak bisa meloncat kegirangan, aku hanya bisa tersenyum puas. ku raih sepedaku, ku kayuh kembali menuju kos. entah memang perjalanan yang ramai atau hatiku yang terlanjur senang sehingga perjalanan terasa sangat panjang.

Di kos kulihat pitung Lato teronggok tenang di depan kamarnya. Segera aku masuk ke rumah utama untuk meminjam telepon.Di dalam rumah ternyata Ibu Kos sedang menggunakannya. Lato menyadari kedatanganku dan langsung memeluk menghampiriku. Pelukannya dalam dan membuatku bingung.
Ibu Kos menyerahkan telepon ke aku. Dengan bingung aku menerimanya. Lato segera keluar dari ruangan entah mengapa.

"halo?" kusapa orang di seberang. Sederetan kalimat terdengar membingungkan hingga kalimat terakhir usai dikatakan. Kini aku tau bagaimana rasanya ketika para artis memerankan seseorang yang sedang syok saat menerima telepon.
Tenggorokanku kering, rahangku kaku, dan otakku kosong.


Mungkin ini sebabnya, mungkin ini alasannya. Harapan inilah yang mengangkatku tinggi dan membantingku dalam sekali tingkah. Aku bersyukur setidaknya kata-kata terakhirku tidak lah kasar seperti sebelum-sebelumnya.

Aku tak menangis karena kepergianmu
Aku tak menangis karena kepulanganmu
Aku pun takkan menangis ketika kau membuangku

Pergilah....
Aku percaya akan setiap kata-katamu yang menyapu batinku
Aku percaya akan setiap detik yang kau habiskan untuk menuntunku kembali
Hanya untuk memberiku yang terbaik....


Selamat jalan.... Bapak
Kaulah orang pertama yang akan selalu menjadi nafas pada setiap keputusanku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar