Senin, 12 Desember 2016

Review dan Sinopsis Road to Sangnam

berhubung susahnya mencari referensi berbahasa Indonesia untuk film ini dan full movie di youtube nya belum ada subtitle maka sedikit interupsi untuk blog ini.

sumber tulisan ini diambil dari
http://gulfnews.com/leisure/movies/road-to-sangam-a-debut-film-s-incredible-journey-1.692150 

dan saya terjemahkan melalui google translate beserta sedikit editan agar lebih masuk akal dalam bahasa Indonesia



Film ini dibuka dengan ditemukannya abu Mahatma Gandhi, disimpan dalam lemari besi bank. cicit nya, Tushaar Gandhi, ingin membenamkan abu di Sangam di Allahabad.

Dia ingin membawanya dalam truk yang sama yang telah diangkut abu kakek buyutnya pada tahun 1948, tetapi sekarang menjadi kendaraan yang rusak.

Husmatullah (Paresh Rawal), seorang Muslim yang taat dan seorang mekanik motor yang terampil di Allahabad, dipercayakan dengan pekerjaan itu. Namun Sebuah ledakan yang terjadi di kota mengakibatkan penangkapan beberapa Muslim atas dasar kecurigaan sebagai dalang pengeboman. Salah satu dari mereka meninggal.

Sebagai tanda protes, komunitas Muslim memutuskan untuk menutup toko sampai masalah teratasi oleh otoritas. Husmatullah kini terjebak dalam kebingungan. Di satu sisi adalah komitmen untuk bekerja dan di sisi lain, loyalitas kepada komunitasnya. Ketika ia memilih untuk menghormati komitmennya, menempatkan cintanya untuk negara dan Bapak Bangsa pertama, ia menghadapi murka umat-Nya, termasuk dari teman-teman dekatnya.

Berdiri untung mendukungnya adalah teman yang beragama Hindu, Dr Banerjee (Javed Shaikh), istrinya (Swati Chitnis) dan anaknya (Vijay Mishra). Film ini tidak bercerita banyak tentang Gandhi namun lebih mengenai ideologi nya. Bagaimana Husmatullah tetap mendapat kepercayaan dari komunitasnya dan menghormati komitmennya membentuk inti dari 'Road to Sangam'.

Tidak seperti 'Lage Raho Munna Bhai', yang mencoba untuk menyebarkan Gandhigiri dalam gaya khas Bollywood, Film Amit Rai mengirimkan seluruh pesan indah - ia menggambarkan Muslim sebagai baik, orang-orang jujur.

Dialog ditulis oleh Rai adalah kekuatan film. Ketika Husmatullah memberitahu kaumnya "Seorang Musalman sejati tidak menyakiti siapa pun dengan kata-kata dan tindakannya", Anda ingin bersorak untuknya.

Dalam konteks lain, ia mengatakan: "Allah tidak membedakan antara manusia dengan manusia." Anda ingin percaya ketika dia mengatakan: " 'Pyar se sab kuch mumkeen ho jata hai' [Cinta membuat segala sesuatu yang mungkin]."

Sinematografi dan musik adalah poin plus lainnya. Paresh Rawal membawa film di pundaknya. Di belakangnya ada Om Puri sebagai Mohammad Kasuri, pemimpin yang sangat ditakuti, dan Pawan Malhotra, seperti Maulana Qureshi, seorang pria dengan pandangan ekstremis.

Amit Rai telah menjalin fakta dan fiksi dalam cara yang menghibur, membuat 'Road to Sangam' menjadi film yang harus ditonton.

Mythily Ramachandran is an independent writer based in Chennai.

Sabtu, 10 Desember 2016

where have you been all this time


where have you been all this time

I am dreaming of you, the faceless person, coming to my life and save me from the hell that I’ve been living for so long. I was trying to live better before I saw you coming, but it felt like an addiction to live in pain and enjoy all the suffer.
I don’t know about you, but I am having so much fun with you, it’s a good time. I am having everything with you, although you’re not my first love, but I do my first of everything with you. Laughing together, holding your hands, smell your hair, and adore the beauty of yours.
I am good at handling pain that come to me before, but I am not sure about now. All the joy, all the laugh and love… let’s say I can’t get enough about this.  Somehow, the fear, even just so small is bothering me. Sometime it pops up when I get empty mind, day dreaming. I don’t want and I shouldn’t think about it right now. All that I need is enjoying “now”, but still beware.

Among those thoughts, I am still wondering about you. You are too real for a dream, and too nice for reality. I never see you, so it felt so wrong when I asked “where have you been all this time?” you don’t know what I’ve been through to come at this point, to be with you although all the fight was not for you. But I feel like heaven. I am so grateful. 

Rabu, 30 November 2016

LIKE THE SUNSHINE

You're too easy to be noticed
you're too easy to be seen
And people do see and notice
May be that’s why i didn’t notice and see you
Because i am afraid i couldn’t stop when i decide to start
And when i start, i know I WANT YOU

I lived day by day, doing the same over and over
I breathe second by second, wanting something unreachable
And then i fell for the umpteenth time, wounded and broken
But you were there, did your magic, woke me up and opened my eyes
And even when you’ve healed me, i know I NEED YOU
 
Your hand is the only thing i want to hold
Cause the spaces between my fingers are right where yours fit perfectly
Your body is the only thing i want to hug
Cause i couldn’t deny the peace when you’re around
Your eyes is the reason why i can’t see the other
Cause your magic woke me up and makes me realize the way an angel work like a sunshine
And i know, i feel the butterfly in my stomach after a very long time
 
You are on my mind, won’t go
And i see myself in front of mirror, I tell myself that I LOVE YOU
 

A month since the first time I watched you sleeping

jumat, 25/11/2016 2:42 am 

Selasa, 15 November 2016

Andong 1726 mdpl

Ada yang salah dengan langkah ini, dengan tekad ini. Ada yang nyata dengan motivasi, ada yang benar tentang tujuan ini dan ada yang salah dengan tubuh ini. Sedikit dampak kerasnya cuaca menguji ketahanan yang dimiliki oleh sebuah raga, ketika rasa lelah dan sakit cukup tinggal dalam pikiran dan termusnahkan dengan mudah....

Enggan ada tapi tak mampu bersaing dengan secercah sinar yang menuntun, dan menggerakkan sesuatu dalam diri untuk berada di sampingnya. Mungkin ada yang berharap dari diri ini untuk memastikan lebih bahwa semua ini memang nyata dan bukan sekadar perjuangan kosong lagi, atau secercah keinginan untuk menjadi berarti bagi cahaya itu meski tak sungguh mengerti.
Biarlah dunia berjalan seperti ini ketika indah akhirnya kurasakan, ketika sebuah sayang tak lagi sendiri, ketika khawatir dan peduli mendorongku untuk tak melepasnya.

Jalan setapak sedang kurangkai dalam imajinasiku, mencoba membatasi ketakutan dan keriangan yang begitu besar. Dingin seperti es sudah meneror sepanjang jalan bermotor, melemparku pada perjalanan satu tahun setengah yang lalu, dengan motivasi yang nyata namun hanya sebatas khayal.

Ketika kamu merasakan tanganmu tak lagi menggenggam udara kosong, apalagi yang diperlukan? Jemarinya di sela jemarimu, tatapan matanya tak pernah jauh, dan hadirnya tak pernah lebih membekas dari saat ini. Salahkah jika semua ini akhirnya nyata? Bagaimana jika semua perjuanganku saat ini bukan untuk mendapatkan seseorang yang takkan pernah ada? Namun perjuangan menjelang waktu untuk sebuah cahaya yang hadirnya tak pernah kuanggap hingga akhirnya menjadi sesuatu yang terlalu besar untuk kugenggam.

Nafasku berat, dan ....berisik. tubuhku tak lagi sesehat dan seringan dahulu tapi aku masih disini. Kukira semua tenagaku telah habis hanya untuk berjuang tanpa arah tanpa pasti... tapi apa daya jika sesuatu berhasil memancing semua tenaga yang tersembunyi, seolah alam bahwa sadarku tau untuk tak membiarkanku membuang tenaga sia2, ia menyimpan sebagian besar, menunggu seseorang untuk menyalakannya.

Beristirahat ketika lelah... merasakan udara dingin yang merambat melalui hidung hingga ke dada, suatu siklus kehidupan yang tak mungkin dihindari dan terasa agak menyakitkan jika tanpa persiapan pada saat itu. Sunyinya malam itu tak lagi pasti karena bising deru nafasku, memalukan tapi aku tak berhenti sehingga cukup untuk pembelaan.  Siapa sangka alasan untuk tak berhenti ada di hadapanku, aku cukup memandangnya dari belakang, mengetahui ia terus bergerak dan aku akan tetap memaksakan langkahku, ketika betis terasa panas dan dada begitu dingin.

Masih dengan hamparan bintang yang akan selalu kukagumi, selalu...

Ini bukan merbabu, bukan pula aku yang lama...
Ini Andong, dan diriku yang mencoba ada di setiap waktu yang kamu jalani
Ini Andong, dan dengan doa yang baru
Ini Andong dan dari 1726 Mdpl serta cahaya sunrise, aku berteriak sunyi bahwa aku ada disini bersamamu...

Kelas MSDM 303
Rabu 16 nov 2016

Senin, 07 November 2016

THE WEEK (part 2) - LESSON

Ada 3 kali kesempatan dan satu telah gugur, bukan tanpa alasan jika 2 kesempatan terakhir menjadi tumpuan tekad dan harapan. Ada pikiran jernih untuk mengurangi beban hari H ke dua dengan menambah jam istirahat untuk memfokuskan diri. Sedikit kritik untuk pihak manajemen, atau lebih tepat disebut kecaman jika keluar dari mulut ini, namun terlalu luang rasanya untuk mengurus hal-hal semacam itu. Agak sedih jika dirasa ketika aku membutuhkan semua dukungan yang ada, dukungan itu justru membalik semua yang ada merasa mereka lah yang perlu didukung, namun begitulah kita, mengungkit kebaikan kita dan keburukan orang.

Sebuah persiapan yang tidak biasanya diupayakan, kami sendiri, tidak ada yang menopang dan memanjakan seperti biasa. Suatu berkah dan keberuntungan ketika seorang menawarkan bantuan utama yang memang kami butuhkan, sebuah tempat untuk bermalam dengan harapan dapat mengurangi beban lelah dan menyatukan focus lebih dalam.

Esok ini merupakan keharusan, tidak ada lagi main-main, semua harus dimenangkan hari ini atau kami, aku hancur dengan reputasi dan mental kami tidak akan bertahan. Tidak salah jika aku berpikir demikian, biar bagaimana pun aku juga memerlukan sedikit motivasi yang bisa memberiku titik terang apa yang harus kulakukan untuk ke depan dan sampai saat ini belum ada yang benar-benar mampu membuatku percaya bahwa aku mampu dan tim ini layak untuk mendapat tempat di dalam persaingan yang nyata ini.

Tempat seadanya bukan masalah bagiku, reputasiku sangat bagus untuk dapat memejamkan mata dan menghilang dari alam nyata dimanapun, kapan pun dan dalam keadaan apapun. Namun malam itu berbeda, aneh rasanya ketika matamu begitu berat dan telah terpejam, namun alam bawah sadarmu tak juga mengambil alih. Setiap detik yang kulalui membuatku merasa semakin bingung dan takut, aku mengerti bahwa aku membutuhkan setiap detik istirahat dan setiap detik lelap untuk tenagaku esok hari. Namun itu semua tak kunjung menghampiri. Fajar kusongsong dengan mata berat dan kantuk yang tak terpuaskan. Khawatir memenuhi benakku tapi aku tak bisa apa-apa lagi.

Sarapan pagi itu adalah salah satu berkah lainnya, sedekah yang sangat kusyukuri dan kuharap begitu juga bagi yang lain.

Aku terduduk, hanya bisa bersyukur pada orang-orang yang mampu menjadi penopang tim ini, mereka berjuang mati-matian, meninggalkanku yang tak berdaya, gagal memberikan sedikit kontribusi pada hari yang berat ini. Seharusnya itu menjadi cobaan mudah, namun tekanan dalam diri, ketidaksiapanku membuat hari itu begitu berat. Lelah….. lelah untuk melihat diriku gagal lagi, dan nyaris timku gagal juga.

Ada suatu titik dimana semua ini tertulis terlalu harafiah, entah keputusasaan atau menunjukkan ketidakmampuanku lagi dalam melukis dalam kata-kata.

Singkatnya, karena ini sudah berlalu begitu lama dan lelah sudah untuk menjelaskan terlalu detail semua yang saat itu ingin kutulis, kami gagal.


Perjuangan terakhir menjadi perjuangan paling layak yang bisa kami persembahkan selama turnamen ini, dengan sedikit bantuan doping, sebenarnya sangat membantuku, aku mampu untuk menunjukkan sebagian diriku yang dulu. Kami tidak layak tersingkir, kami berada di grup neraka, berjuang habis-habisan hanya tertera di acara ketiga, namun mental kami setidaknya tertempa. Beda cerita jika kami berada di grup sebelah, kami takkan pernah benar-benar melihat betapa kami itu jauh dari sempurna, hanya ada persaingan gengsi. 

Senin, 24 Oktober 2016

Hey Sunshine

Would you keep chasing when you know you're running for nothing?
Would you keep expecting when you know you don't even match the type?
Would you keep watching the stars while the one you waiting for never really show up?

But
Would you stop trying when you know no one see it?
And
Would you stay in the dark when you know you've got the new sunshine around?

Hey sunshine, would you drag me to your warmth and let me live again?
Or is it just a short visit to push me harder to stay strong?

Somehow,
May be,
I need to be saved
I am waiting for a saviour

Adeninova atmojo

Minggu, 23 Oktober 2016

THE WEEK (part 1) - First Game

Siapa yang sesungguhnya bertanggungjawab atas apa yang akan dirasa? Semua nya sudah mengerti bahwa penyesalah datang di akhir, dan mungkin kini sebagian orang menyadari bahwa penyesalan meneror sejak awal, rasa was-was dan gugup akan sesuatu yang tidak sempurna.

  • Then how to tell you about it? May be this week is the most tiring week as I remember for this year, but the feeling piled up, leave me a pain in my back every morning when I awake for these last few days.


“Aku nggak tau kenapa, tapi aku nggak bisa maksimal”
“Ya itu yang harus kamu cari tau, apa yang bisa dorong kamu. Kamu bisa bagus banget, nggak ada yang bisa ngehentiin kamu, kaya even kemarin, tapi kamu juga kalo jelek, jelek banget udah…”

Siapa itu? Siapa yang mengeluh, siapa yang menasehati, siapa yang merasa, siapa yang mencari jawaban, siapa yang kehilangan? Jangankan berpikir, terkadang semua fisik terasa telah terupayakan. Namun kenyataannya belum.

Hari Senin, sebuah titik baru, ujian pertama yang ……. Ternyata gagal. Pikirku melihat Captain Tsubasa, dia mengerti apa yang diinginkannya, yang diinginkan timnya, dan visinya jelas luar biasa, skillnya tidak dapat dipungkiri dan motivasinya jelas serta mampu menjadi motivasi bagi seluruh tim. Begitu layak, begitu menyenangkan, begitu pas. Aku agaknya merindukan sosok itu di dalam timku, dan bukan seseorang dengan skill pas-pasan, penampilan yang tidak stabil dan cenderung buruk, tidak mampu melihat dan menegur di dalam lapangan, dan bahkan dirinya lebih cenderung butuh ditegur. Macam apa itu, bukan yang dibutuhkan tim saat ini.

Bahkan tidak bisa dipungkiri keraguan dan keengganan melingkupi teman setaranya, yang memiliki skill lebih unggul, pengalaman terbanyak namun tak menjabat sebagai seorang pemimpin, sedangkan ia, dipasrahi sebuah tanggung jawab yang bahkan tak pernah terpikir untuk diembannya.

Aku sendiri pun tak mampu memahami bagaimana ini terjadi. Namun dari caraku memandang diriku sendiri, semua ini takkan mampu membuatku lebih baik, lebih dipercaya, lebih dihormati. Siapa aku? Aku yang harus membentuknya, biar mau apa dikata oleh mereka setaraku, namun aku memiliki orang-orang yang akan mampu melihatku sebagai diriku yang baru, sebagai citra yang diberikan ketika mereka mengenalku, yang harus kulakukan hanya memastikan bahwa aku mampu dipandang seperti itu. Bukan hal buruk, justru sebuah tantangan untuk menjadi lebih  baik. Permasalahannya bukan ada di aku yang tidak mau menerima atau pun tidak mau berkembang, karena aku mau. Namun permasalahannya, apakah tim ini mampu menunggu perkembanganku, karena dari sudutku, aku melihat bahwa tim ini membutuhkan lebih dari seorang yang sedang belajar memimpin, mereka membutuhkan pemimpin yang sudah matang, yang tau kemana tim ini harus dibawa.

Terbilang buruk untuk umurku dan pengalamanku selama ini, tidak seperti yang timku, pelatihku dan terlebih diriku harapkan. Aku bisa menerima hari Senin ini dengan pertimbangan bahwa aku berusaha lepas dari ketergantunganku terhadap cairan penguat itu, bukan permainan buruk menurutku melihat aku berusaha lepas, tapi semua itu berbalik menjadi salah begitu hasil yang didapat begitu mengecewakan. Mungkin akan berbeda jika cairan itu kuminum dan aku bisa lebih maksimal. Nilai ku E untuk membawa sebuah tim besar ke dalam kesuksesan, dan  nilai A untuk membawa mereka ke dalam kejatuhan.

Apa yang akan kau lakukan ketika ketika kamu sungguh berupaya dan focus, namun justru menyeretmu terlalu jauh dalam lamunan dan membuyarkan semua upayamu. Tak focus tak maksimal tak berhasil. Sementara, semua yang kubutuhkan ada disitu, motivasi psikis, ada dan begitu dekat, motivasi fisik disediakan dengan memadai, namun aku lupa dengan motivasi diriku sendiri, yang tak pernah benar-benar kutemui.


Aku pulang dengan rasa kecewa tentu, beban semakin berat, dan senyum di wajah. Senyum yang aku sendiri merasa tak pantas untuk kusunggingkan, namun tangis dan sesal lebih layak kusimpan dan kuutarakan ketika tak seorang pun ada di sekitar. Ketika kamu menjadi pemimpin, tugasmu adalah mengangkat moral dan semangat mereka, keberhasilanmu dapat mengangkat mereka, namun rasa jatuhmu yang ikut mereka rasakan akan lebih sulit diobati pada akhirnya, jadi jangan biarkan mereka melihatnya.

Rabu, 05 Oktober 2016

Malam Ceria

Seperti mengalihkan semua kekuatan alam, ketika kemarahan datang terkadang tak  ada objek lain yang lebih menarik selain dirimu. Namun apakah arti kemarahan itu sendiri ketika dituruti hanya mengundang sesal di akhir.

Dikelilingi oleh orang-orang asing, hanya dua orang diantaranya benar-benar berarti dan mengerti. Satu orang berada di dalam ruangan, menikmati profesinya dalam kelelahan yang dia sesalkan di antara waktu luang yang ada untuk beristirahat. Kantung matanya tak pernah pudar, hanya sesekali tampak lebih tipis karena waktu yang dengan baik ia gunakan untuk istirahat. Waktu kami saling mengenal tak lama, namun aku tau bahwa aku rela menjadi membantunya apapun agar kami tetap berteman, dan sebenar agar membuat dirinya tau bahwa ia berharga bagiku.

Seorang lagi di duduk di depanku, terpaku pada gadgetnya, smartphone dan laptop yang ia andalkan untuk bertahan hidup. Hidupnya tak mudah jelas, terutama dibandingkan dengan hidupku, dan aku jelas bukan orang yang dia butuhkan, hanya teman bermain saja. Namun bagiku dia seorang guru, seorang panutan yang sangat kuhormati karena pengalaman hidupnya. Dia bukan orang yang sepenuhnya benar, tapi bukankah semua orang begitu? Orang yang juga selalu kuandalkan ketika merana dan bahagia datang, tidak harus selalu bercerita namun ada di saat-saat seperti itu sudah cukup.

Malam semakin larut dan tempat ini semakin ramai. Seorang bule yang duduk di ujung depanku tak lagi sendiri. Sempat kupikir ia hanya berkunjung untuk melihat salah satu tempat recommended dan berlalu seperti turis pada umumnya. Tak demikian ternyata. Seorang temannya datang setelah gelas kopinya habis, mengakhiri penantiannya. Sederet cerita terlontar dengan antusias setelah temannya mengucapkan penyesalannya karena keterlambatan yang tak juga ia harapkan. Bahasa yang masih bisa kutangkap sedikit-sedikit dalam keterbatasan ini. Senang rasanya memiliki teman saat berada di tempat asing.

Tiga orang di sebelah kananku belum lama datang, tempat yang mereka duduki tak pernah kosong dalam waktu yang lama, dan bahkan saat ini hanya ada satu meja kosong di dalam ruangan no smoking. Ketiganya asyik mengobrol disela asap tembakau berfilter khas anak muda. Hmm tapi sebungkus sampurna kretek tampak di atas meja, tak semuanya ternyata. Sederet meja panjang ditengah tak hanya diisi mereka bertiga, begitu nyaman sampai aku tak menyadarinya.

Kulihat seorang adik kelasku di dalam ruangan no smoking, aku tak bisa mengingat namanya, namun wajahnya jelas familiar. Sudah terlalu lama untuk jaman SMP bagiku mengingat siapa namanya, toh dia hanya seorang adik kelas, salah satu orang berada yang sangat kuingat gayanya yang glamor saat itu.

Tak kutau apa yang ada di belakangku, hanya obrolan yang semakin riuh karena diserang rintik hujan, salah satu bunyi yang begitu menentramkan. Yang kutau meja di belakangku baru saja terisi. Berbeda dengan mejaku sendiri, penghuninya telah berganti lagi kecuali diriku. Dua orang yang belakangan menjadi teman main dan menugasku. Lucu rasanya bisa dekat dengan mereka seperti ini, di ajak berkumpul dengan orang-orang yang kupuja dan kukagumi. Dan juga sebagai perenunganku untuk bersikap lebih baik setelah pengalaman-pengalaman kehilangan teman.

Aku tau kamu entah dimana, mungkin di peraduanmu, sedang mengalami pertentangan. Dan aku disini merasa tak berguna, tak berguna bagi niat dan tekadku, tak berguna untuk berusaha memahamimu. Musuhku masih tetap dirimu, tekadmu dan prioritasmu yang berganti hanya tekadku untuk tak lagi berusaha memahamimu yang tampaknya tak berguna juga. Mau bertaruh bagaimana pun juga, aku takkan bisa merubah tekadmu. Kewajiban ini bertentangan dengan tanggung jawabmu saat ini, dan mau bagaimanapun kamu menunjukkan kamu berusaha memprioritaskan kewajibanmu, aku tak  akan mempercayaimu. Bahkan ketika kamu mampu pun kamu tak menunjukkannya, kamu lebih memilih terseret dalam ajakan orang-orang, tempat yang nyaman bagimu.

Ledakan amarahku bercampur. Padamu? Padaku? Pada semuanya. Bahkan pengendara motor pun jadi sasaranku. Dan aku kelelahan belakangan ini. Kelelahan yang tidak kupahami, atau mungkin kupahami namun tak bisa kukendalikan. Aku harus berlari kepada siapa, situasi yang sama yang dulu sempat kukendalikan kini muncul lagi. Tak berharga sungguh.

Ku bernafas sekali lagi. Kelelahanku kuserahkan pada ahlinya yang mungkin bisa membantu. Lima macam alternative dialamatkan langsung, kuharap bisa berfungsi bagiku. Doaku selalu tentangmu, begitu juga pikiranku, mimpiku, hanya kata-kataku yang sekarang kukendalikan, tak ingin orang lain tau aku rapuh karenamu.


Blanco Coffee and Book

Senin, 03 Oktober 2016

Malam Ini

Kuteriakkan namaku menembus sunyinya malam disela deru angin laju motor ini. Lantang jelas dan agak menyesakkan, kebiasaan yang entah buruk atau baik namun harus dilakukan. Siapa yang akan membantuku menghentikan semua ironi dan karma yang tak pernah berhenti berlari dalam benak ini jika bukan diri ini? Setidaknya lantangnya suaraku mampu meredam (sementara) suara-suara yang saling berteriak di dalam kepala. Aku lelah, kamu lelah, karma terus berputar bagai bumi yang orang global bilang bulat dan terus berputar. Ledakkan kepalaku jika bisa menghentikan semua ini.
Langit yang cerah setelah berhari-hari berawan, mendung, hujan datang tanpa ditebak. Berlari entah mau kemana lagi, kembali ke kenyataan? Namun bukankah semua akhirnya harus terbangun dari mimpi dan kembali meminang keputusan sulit? Malang bagi mereka yang selalu berhadapan dengan keputusan sulit, malang bagi mereka yang terjebak pada masa memilih, malang bagi mereka yang telah memilih namun tak mampu beranjak melakukannya. Bagi yang mampu bergerak maju pun bukan berarti kemalangan terhenti, melainkan berhasil menjajaki hidup di tingkat yang lebih tinggi dan kompleks.
Kosong, langit malam ini kosong. Hanya selimut hitam tanpa awan yang ada. Namun itu ada di depanku, sementara yang terindah ada ketika kepala kutolehkan ke belakang. Hamparan sinar-sinar kecil yang jauh dan takkan pernah terjangkau tersebar indah, mengawalku kembali ke peraduan, memberikan dukungan moral dan sepercik rasa bahagia melihatnya lagi setelah berhari-hari bahkan mungkin berminggu-minggu yang kelam. Kumatikan lampu motor, kumaksimalkan sinar-sinar redup nan indah itu agar bisa menunjukkan cahayanya meski sebuah crane berdiri kokoh dan terang memotong sebagian langit. Sudah sepi, sunyi, dan aku tak boleh berhenti meski hanya sejenak. Akan ada lagi malam-malam seperti ini, ketika langit cerah dan bintang-bintang berserakan tak terhitung. Tanggung jawab masih menunggu meski kuabaikan, harus tetap dihadapi seadanya, sesiapnya. Tanggung jawab yang kukorbankan untuk satu malam durhaka lainnya. Karma lainnya mungkin masih menunggu, dan bertindak seperti biasa takkan membantu. Ada tekad yang yang berusaha kutanamkan dengan ragu, namun mungkin bisa berhasil sehingga cukup aku yang menikmati karma ini.
Dunia apakah ini? Ketika berbuat salah begitu menggoda, ketika angan ini terus bermain.
 Andai…. Andai malam ini aku kembali di puncak merbabu….

Kamis, 22 September 2016

THE GUILT


Seseorang tidak pernah mengenal kebenaran mutlak, yang dia tau hanyalah fakta bahwa benar adalah segala yang diterima oleh sekitarnya, yang membuat orang lain memuji dirinya, yang membuat dirinya setara dengan orang-orang sekitar serta dirasa layak untuk tidak dipergunjingkan. Bersyukurlah bagi mereka yang berhasil hidup di dalamnya, tak pernah muncul rasa berontak atau ketidaknyamanan dalam “kebenaran” tersebut. “Kebenaran” ini adalah benar, seperti namanya, dan orang-orang yang memaksa, membentuk pribadi seseorang sesuai “kebenaran” ini juga benar. Mereka memiliki sebuah pedoman, pedoman untuk mendamaikan hidup mereka dan berharap hidup anak cucu pula.

“I’m not in mood to fix any trouble that I made, I’m not in mood to behave either. But, I’m and I do in mood to make any trouble”

Darah tinggi bukan penyakitmu, namun jika rasa pusing memuakkan itu datang maka ada yang berlebihan dalam hidupmu, entah makananmu, pikiranmu atau bahkan perasaanmu, jika ada. Melihatmu seperti ini, melambungkanku ke beberapa waktu lalu, kala cakap-cakap ringan denganmu tak seringan yang kukira.
“Tigus, Pernahkah kamu membayangkan menjadi orang tua, mendidik anakmu dengan sedemikian rupa, disiplin, tertib, tahu diri, rendah hati, mandiri, berpendirian kuat, patuh dan segala hal yang baik? Tidak sempurna memang, tapi tepat dan sistematis, membuat sebagian besar orang tua di sekitarmu heran bagaimana kamu menerapkannya, pendidikan dari usia sedemikian dini pada anakmu dan anakmu bisa patuh padamu. Pujian datang bagimu sebagai orang tua dan bagi anakmu. Berbagai harapan menghampiri dari para pemuji, berharap anakmu akan berhasil dan mereka menantikan kejutan apa yang akan anakmu lakukan di masa mendatang. Masa-masa sulitmu dalam mendidik anak seakan terbayar mendengar pujian dan harapan mereka. Namun masalah sesungguhnya ada di anakmu. Ketika ia beranjak dewasa, perangainya menjadi pemberontak, sulit diatur, jangankan patuh, mau mendengarpun sudah baik. Anakmu berubah menjadi seseorang yang tak kamu kenal, seolah ada dinding tebal nan tinggi yang ia bangun entah untuk apa, melindungi dirinya? Tapi untuk apa? Menutupi sesuatu? Tapi mengapa?”
Aku hanya mampu mendengarkannya berbicara, sesekali kuposisikan diriku sebagai orang tua meski darah mudaku tak bisa menghilangkan derasnya pemikiran anak muda.
“Gus, Terkadang aku bertanya-tanya,membayangkan sendiri jika aku memiliki anak semacam itu. System apa yang harus diperbaiki. Coba piker Gus, apalagi yang harus kamu perbaiki dalam systemmu dalam mendidik anak?”
Aku mengerti sedari awal bahwa ia mencoba membagikan kebingungannya. Sosok yang ia suruh aku bayangkan itu adalah orang tuanya, dan si anak adalah dirinya sendiri. Seorang anak yang sedang dalam kebingungan.
“Aku ni kurang apa, kasih sayang ada, materi tidak melimpah ruah namun cukup, semua hidupku terjamin, pendidikan masa kecilku jelas, namun diriku yang sekarang tidak sesuai hasilnya dengan system yang telah tertanam bagiku. Kusakiti hati orang tuaku berkali-kali, aku tak mengerti mengapa ada keengganan begitu besar jika mereka masuk dalam hidupku, hidup yang kuakui sangat kacau. Mereka tak pernah berhenti mengingatkan, menyelamatkanku dari masa tua penuh derita, namun benarkah aku ingin hidup hingga tua. Kubangun dinding tebal dan tinggi, tak ingin mereka tau siapa aku dan aku pun tak mengerti alasannya dengan yakin. Sebagian keyakinanku bilang karena tidak seharusnya aku bersikap demikian, ini semua tidak sesuai dengan semua ajaran yang telah ditanamkan sejak kecil padaku. Sebagian lagi mengatakan bahwa system hanya berusaha membentukku, memberikanku panduan, namun tak pernah benar-benar bermanfaat apabila aku memiliki kebenaran yang ingin kubentuk sendiri”
Kukatakan padanya “Aku begitu heran mengapa kamu mampu mengeraskan hatimu dan bersikap acuh pada fondasi hidupmu?” pertanyaan itu jujur kulontarkan, terlebih aku tak benar-benar bisa menemukan respons yang tepat untuk luapan pikirannya.
“Gus,” katanya diiringi tawa hambar “Kau piker aku pun tak pernah merenungkannya?”

Love changes me, any kind of love
Family will be number one although there is not enough space in my list to write it down

Jumat 23 September 2016

My room, 2:07 AM

Kamis, 15 September 2016

CLAY

Tanah liat. Begitu kental, sulit ditembus namun lingkungan yang membentuknya, memberikan gambaran tentang dunia saat ini, memberinya proses untuk mengetahui apa yang diinginkan dunia ataupun dirinya sendiri. Kemudian seorang pengrajin datang, mengambil dirinya, membentuknya dalam rupa yang sedemikian agar tampak indah bagi dunia namun tak pernah benar-benar mengubah struktur asli yang telah tercampur padanya. Begitu liat, ramah pada air di sisi luar, namun sulit untuk benar-benar mencampurkan air itu ke dalamnya, liat. Perlahan tangan-tangan terampil dengan penuh kesabaran menyentuhnya lembut, tekanan sedikit di ujung sana dan sini, rabaan halus untuk memastikan tak ada bentuk yang luput. Sangat mudah untuk kembali menghancurkannya, masih sangat mungkin membentuknya menjadi sesuatu yang lain, terlampau aman untuk merasakan kejanggalan karena semua masih dalam proses meski tak dipungkiri ada ketakutan bagaimana ia akan diterima di dunia sebenarnya dalam wujud barunya yang masih dalam proses dan belum matang.

Indah. Satu kata yang mudah untuk menggambarkanmu meski proses terakhir yang paling menyakitkan belum terlewati. Namun tak ada yang melarang bagaimana orang-orang mengimpikanmu hadir di dunia, menjadi bagian dari dunia.

Tungku pembakaran telah panas, siap memberikan proses terakhir. Menyakitkan mungkin, namun deritanya tersamar dengan baik oleh berbagai pikiran dan doktrin-doktrin yang masih berusaha menghampirimu, menunggu untuk diseleksi dan akhirnya ikut terbakar menyatu denganmu. Panas itu hanya proses panjang yang menunggumu siap untuk berhasil. Secara nyata tentunya sangat menyakitkan, mengetahui bahwa dunia menghampirimu dengan kekejamannya sendiri hanya untuk melihatmu mampu melewatkannya dan menerima ketakutan dan kehampaan lebih daripada sebelumnya.

Berjam-jam, tak hanya dunia yang gelisah menantikanmu, bahkan pengrajinmu pun tak ingin gagal. Pengrajin yang berpikir bahwa dialah pembentukmu sejati, berpikir mengambilmu mentah-mentah dari alam dan bangga karena dapat membawamu pada dunia. Namun benarkah itu? Tak bisa dipungkiri bahwa ia pun terlibat dalam kehadiran, kematanganmu, maka bangga benar ada ketika kamu keluar dari tungku pembakaran. Keras, tak lagi liat dan mudah dibentuk, namun siap untuk dihadapkan pada dunia.

Dan dunia mengagumimu, memandangmu pada keindahan serta ketrampilan yang diselipkan pengrajin padamu. Kamu menjadi bagian dari dunia, berguna secara nyata, menghadirkan kebahagiaan dan kesenangan tersendiri dalam kekakuanmu yang entah bagaimana kamu, jauh di dalam dirimu sana berpijak dan berpikir.

Hingga suatu saat, ketika kamu berdiri megah menghiasi suatu ruangan, atau berguna secara sederhana dalam kehidupan insan lain, hidupmu hancur karena ulah entah kesengajaan maupun tidak. Tatanan, kekakuanmu yang telah tercampur dan menjadi bagian dari dunia tercerai berai menjadi beberapa dan mungkin lebih bagian-bagian. Kamu jatuh. Kamu bukan lagi tanah liat murni yang ketika jatuh takkan mudah tercerai berai, tidak lagi di tangan pengrajin yang ketika terjadi kesalahan masih dapat dibentuk ulang, kamu telah menjadi sesuatu yang ketika jatuh akan membuatmu tercerai berai, tubuhmu terpisah-pisah. Perlu usaha untuk mengembalikanmu utuh, namun benarkah kamu utuh kembali? Perekat mampu mengembalikan bentukmu, namun tak semua kembali menjadi satu. Serpihan-serpihan kecil yang tak mungkin direkatkan kembali akan terbuang sia-sia, sari-sari tubuhmu akan cacat, dan benarkah luka itu sepenuhnya hilang oleh perekat? Kamu tetap kehilangan, entah sebagian besar atau pun kecil. Malang lagi ketika dunia merasa tak lagi memerlukanmu dan kamu tersapu menjadi satu dari banyak bagian untuk dilempar pada tempat sampah, tempat semua hal yang tak lagi berguna berakhir.

Aku menemukanmu ketika kamu berada di tangan pengrajin, ketika bentukmu, struktur liatmu masih berusaha kupahami. Aku jatuh cinta padamu dan kamu mengetahuinya. Namun aku tak siap dengan diriku, fakta bahwa aku bisa mencintaimu, fakta bahwa aku perlu berhadapan dengan kamu, orang yang telah bermanis pahit dengan dunia meski umurmu tak menggambarkannya. Kulepas keyakinanku dan berjuang, berdebat, mencari lagi siapa diriku, apakah aku ini, mengapa aku, mengapa sekarang. Kamu ada bersamaku ketika aku dalam pergulatan, ketika kamu dalam pembentukan, dan kemudian kamu menghilang, atau mungkin aku.

Masih kupikir kamu hanya persinggahan yang mengganggu keyakinanku hingga kita kembali bertemu. Aku dengan keputusasaan menerima siapa diriku yang mencintaimu, dan kamu disana dengan bentuk barumu yang indah. Kukatakan lagi siapa aku, dan apa kamu bagi diriku, namun kamu tak lagi sama, dengan kamu yang baru, yang telah begitu sempurna menghadapi dunia dan aku dengan sisa-sisa keputusasaan yang ada ditambah dengan kemantapan keputusan dalam diriku. Jungkir balik konyol karena cinta kujalani, konyol jelas namun sungguh terasa.  Dan sekali lagi kamu tetap kamu yang baru, tak ada lagi yang mampu membentukmu kembali atau pun memberikanmu doktrin-doktrin meski hanya kamu yang tau mana yang ingin kamu terima.

Aku tak pernah mengharapkanmu jatuh, aku berdoa untukmu. Kepahitanmu sudah cukup banyak dan memenuhi kenangan-kenanganmu, aku hanya ingin ada lebih banyak kebahagiaan pada dirimu, lebih dari yang kamu miliki saat ini. Aku tahu aku takkan jadi bagian dari kebahagiaan-kebahagiaanmu, bahkan mungkin aku akan meninggalkan bekas luka padamu, namun aku akan berusaha untuk membuatmu tersenyum dan kuat, memahamimu dari jauh, menyadari betapa kamu mengubah hidupku dengan indah.

Jika ada waktu, coba ingat aku sesekali….

Jumat, 16 September 2016

2:10 AM Platinum Internet Cafe

Senin, 12 September 2016

DIE IS EASY

setiap detik begitu berarti, begitu kata orang, entah apa katamu, namun terkadang itu benar bagiku. siapa atau mengapa benar dan siapa atau mengapa benar merupakan pertanyaan mudah, namun pertanyaan yang sesungguhnya, apakah siap mendengar jawabannya? 
"hai selamat pagi," mungkin ini tak lagi pagi namun sapaan itu lebih mudah dilontarkan dibanding dengan mencari kata lain untuk bisa mendengar suaramu ketika memberi jawaban meski tak selalu seperti yang diharapkan. tiga kata sederhana yang entah bagaimana lebih siap bagiku mendengar responnya dan mungkin menjadi alasan mengapa kamu akan menjawabku, sederhana dan tak perlu berpikir. 

langkahku tak berhenti, masih terantuk-antuk kenyataan namun semakin mudah berjalan di atasnya. setelah sapaan singkat, siapa mengerti bagaimana untuk melanjutkan, siapa? kuhitung satu persatu anak tangga didepanku, dan sebelum selesai hingga di tingkat paling atas kuputuskan untuk mulai menaikinya. anak tangga pertama, bosan. anak tangga kedua, manja. anak tangga ketiga, dewasa. lelah, pejuang, mandiri, keras kepala, bingung, menyerah, enggan, ragu-ragu, dan kuterhenti. ada banyak yang ingin kuucap namun aku tak ingin mengakhiri anak-anak tangga ini dengan kata tanya.

sebatang coklat kuletakkan di atas jok motormu, berharap kamu cukup mengerti siapa yang meletakkannya, sekaligus teringat bahwa kamu terlalu obyektif dalam menghadapi segala hal, tak ambil resiko dengan harapan berlebih yang sering ditampakkan banyak orang. mudah saja mencuri motormu, membawanya berkeliling sambil membayangkan perjalanan-perjalanan yang telah kita lalui, bangkitkan lagi semuanya dan berharap akan tercipta lagi dalam batas-batas yang lebih luas. 

kupijaki anak tangga terakhir, sebaris memori itu hanya sebagai alibi keengganan untuk membahas sifatmu lebih jauh. setelah kurenungkan, aku mengerti dirimu sebaik aku tak mengerti dirimu. butuh lebih dari dirimu untuk mempelajarimu, dan itu kudapatkan dari orang lain, dengan pola pikir yang sebagian besar begitu menggambarkanmu. apalagi yang mampu kugambarkan di wajahku ketika mengingatmu selain tertawa. bodoh, sia-sia, lelah, mati rasa, dan yang begitu kuat dramanya adalah sakit. tawa lain terlontar, mengingat diriku pernah berusaha mundur dan gagal hingga akhirnya aku hanya berjalan di tempat. 

aku tak mengerti merah putih sebaik dirimu, aku tak mengerti sakit sebaik dirimu, aku tak mengerti pengorbanan, patah hati, cinta, keluarga sebaik dirimu sama seperti aku gagal memahamimu. pembelaan selalu muncul, kelelahan pernah ada, menyerah? tak pernah sebaik ini aku menyerah hingga aku bertahan, 

lagi aku tertawa dalam diam. orang sastra bilang ini adalah ironi ketika tertawa muncul saat kesedihan yang dirasa. namun semua ini lebih mudah disikapi dengan tawa. ironi telah berlalu sangat lama. 

just keep close... i don't live this world easily, and everybody knows, mostly those who dies earlier. and may be mostly you know it...

13 sept 2016
midnight, 1;41 am

Sabtu, 27 Agustus 2016

THE BATTERY IS LOW

lucu bagaimana ada banyak keinginan yang muncul dan tercapai namun terkadang situasi memberimu pilihan untuk menjadi bijak di tengah kenikmatan semata tersebut.

percakapan sederhana tanpa tatap muka, tanpa suara, hanya sebatas bahasa non verbal yang dituangkan melalui kata-kata untuk kamu yang jauh disana. gagal berhenti, dan tenggelam dalam euforia ringan yang ujungnya dapat merusak. masih tetap terjaga, bertanya-tanya mengapa sembari membuang pertanyaan itu untuk memaksa diri menikmati semua ini yang kemungkinan hanya kebahagiaan semu.

the music goes wild... i never feel that kind of beat before. my body is moving, dancing just a little as the music pushes me to enjoy it. first time in my life to enter this place, to see what kind of world the night has
setelah dihujam berbagai memori lalu, dan dipaksa diam mendengar debat kusir, percakapan sederhana menjadi semacam pelipur. bagaimana mungkin dorongan-dorongan keputusasaan yang berulang kali dilawan logika yang tanpa daya hilang dengan mudah? logika tak begitu kuat dalam raga ini, berulang kali jatuh melawan perasaan yang meski telah dihukum dengan fakta namun tetap bersikeras bertahan, dan justru perlahan membangun sebuah benteng, benteng yang merupakan bukti bahwa logika pernah benar.
i close my eyes, feeling the beat and the song. it would be easier to enjoy, to let all go, to let my mind be wild if this happened two weeks ago... be wild be the desperate of the life i had
percakapan ringan yang kuharap dapat berarti lebih bagimu, dapat menjadi sarana mu untuk bercerita namun tak semudah itu tampaknya. hanya kesalahan fatal, persiapan buruk yang tak seperti biasanya membawa pada keputusan bijak secara perspektif subyektif dari diri sendiri. bukan, bukan keputusan bijakku murni, percakapan ini melibatkan rasa lain yang mempengaruhiku untuk bijak.
i would see more persons, i would enjoy to see people dancing, i would let me be wild so the suffer would go.... but i am in a good mood, i am in a very good condition and i have morale support
hampir pukul dua pagi. telepon pintarku melemparkan nyala di layar bertuliskan merknya sebagai tanda lelahnya. aku bisa tinggal, menikmat semuanya lebih lagi, atau aku bisa pulang, cukup dengan kebahagiaan yang ada tanpa merasa rugi dan mungkin melanjutkan percakapan sederhana tersebut dengan dukungan fasilitas yang lebih?

be aware of what you don't see... i couldn't see your heart

28 agustus 2016
2;48 AM
 
 
 
 

Kamis, 25 Agustus 2016

DUH DEK

jangan marah lah, aku tidak bermaksud menyinggungmu, hanya melanjutkan apa yang menjadi percakapan yang ku mulai dalam beberapa jam yang lalu. jawabanmu begitu menggoda untuk ku olok, untuk dibuat menjadi percakapan ringan. namun sepertinya kepalamu sedang penuh hal lain, dan lelah dengan topik yang kujejalkan sejak sehari yang lalu. 
sungguh aku tak mengira kamu akan melontarkan kata-kata itu yang muncul di benakku dengan nada ketus dan lelah, terlepas beberapa jam sebelumnya ada percakapan ringan dan postingan akun media sosialmu yang menunjukkan bahwa kamu sedang bersantai, sangat bertolak belakang dengan jawabanmu barusan. kamu pusing untuk sesuatu yang mungkin kamu lewatkan sebelumnya hingga kamu harus mencarinya saat ini, ditengah himpitan kuliah dan tanggung jawabmu. kamu lelah untuk sesuatu diluar keinginanmu saat ini yang terus mengejarmu, mengingatkanmu bahwa kamu sangat dibutuhkan, mengingatkanmu bahwa kamu mampu lebih daripada masa yang lalu. dan mungkin kamu lelah berdebat dengan dirimu sendiri dan diriku tentang betapa layak dan tidak layaknya dirimu hadir dalam hal yang kamu enggankan itu.

aku mungkin bukan orang yang paling peduli dan menyayangimu, kamu dikelilingi orang-orang seperti itu. aku mungkin bukan orang yang paling mengerti dirimu, terutama sejak aku berhenti berusaha menunggumu melihatku. tapi aku lelah berusaha berhenti, dan sekali lagi aku sadar aku memang tak mampu untuk membuatmu memandangku seperti yang kamu ingingkan, namun aku bisa tetap menyimpan rasaku ini, menerima bahwa kamu memang yang tak mungkin tergantikan. dan dengan tanggung jawab yang ada padaku saat ini, aku ingin kamu menjadi bagiannya, bagian tanggung jawabku meski itu berarti menjadikanku orang jahat.

aku telah memutuskan, dengan sadar, aku akan membawamu kembali ke dalam bagian tanggung jawabku, terutama disaat ini semua adalah tanggung jawabku. aku akan membuatmu sadar bahwa kamu layak menjadi bagian di dalamnya meski kamu yakin sekali untuk pergi terutama di tengah keasyikanmu dengan tanggung jawab yang baru-baru ini kau jalani. aku akan membuatmu memberikan sedikit prioritas, bukan padaku, namun hal yang hendak kamu tinggalkan ini. 
karena aku yakin bahwa kamu mampu, kamu tidak pernah benar-benar memberi sedikit prioritas dan kini kamu hendak pergi karena kamu merasa tak layak. karena kamu mau, namun kamu terhalang rasa rendah diri yang sulit aku mengerti ada di dalam diri sekuat kamu. 

kamu yang katakan bahwa saat ini saat yang tepat untuk pergi karena kamu memiliki alasan nyata, berbeda dengan proses-proses masa sebelumnya dimana alasanmu tidak begitu berarti. dan aku minta maaf karena saat ini aku akan memperjuangkanmu di dalam bagian tanggung jawabku meski kamu begitu enggan, meski aku harus melewati masa-masa dingin denganmu. jujur aku pun tak tahu bahwa hal ini yang benar, namun aku ingin untuk sekali ini kamu benar-benar ada untuk melihat bahwa kegagalanmu selama ini bukan karena ketidakmampuanmu, namun kurangnya rasa percaya dirimu. dan meskipun aku berhasil membuatmu bertahan, aku tidak yakin itu karena aku. aku akan mengandalkan orang-orang yang kupercaya untuk mendorongmu, orang yang kamu bilang benar-benar menjadi mentormu. kecewa sedikit namun tak juga hilang karena menyadari bahwa selama ini aku tidak pernah benar-benar mampu membantumu, menjadi temanmu. jahat rasanya kini aku memohon-mohon dan memaksamu untuk lebih terlibat. dan lebih kecewa lagi karena aku sadar, kata-katamu dahulu untukku agar aku kuat tidaklah nyata, karena kamu sendiri tak mampu melawannya. namun lebih dari itu aku ingin kamu tahu bahwa ada orang yang selalu memperjuangkanmu, memikirkanmu, menganggapmu lebih dari sekedar ada. 

percakapanmu denganku kemarin di antara dua gelas teh susu ternama di jogja mengakhiri ketegangan di antara kita selama seminggu terakhir, dan memulai yang lain. mungkin keenggananmu melihatku muncul setelah hari kemarin, terlebih hari ini aku merasa kamu kecewa denganku yang memaksamu hadir meski kamu telah pamit. aku marah tentu saja padamu, membuang begitu banyak peluang, sama sepertiku, namun dalam hal yang aku dan kamu sama-sama ketahui bahwa kamu mampu.percakapan singkat di siang yang panas itu menyadarkanku bahwa aku merindukanmu, merindukan waktu dimana aku bisa berbincang denganmu, mendengarmu bercerita, menikmati kedamaikan meski hanya berada di dekatmu. kamu mungkin sadar mungkin juga tidak bahwa mendukungmu untuk semua yang kamu lakukan meski aku tak pernah berhenti khawatir. 

be safe for tommorow... your trip to another city till the end of the month
have fun, because i know that you enjoy your time with them and not with us

love you STArs
jumat, 26 agustus 2016 2:28 AM

Sabtu, 13 Februari 2016

VALENTINE DAY....

ga pernah ada valentine yang buruk, seumur hidup 21 hari valentine sama seperti hari biasa, hanya lebih banyak coklat bertebaran. 
and for these years, there are more musings. 
i feel peace, a peace that i need and fit me. although this backache is killing me (not that bad) but today is nice and it throws me back to a year ago. 
i never plan about valentine but last year is my best valentine i guess (still waiting for the better to put last year aside). for the first time i could give that day a meaning, meaning for myself mostly and may be also the day that turn me into something, as a rebel, as a kid, as a grown up individual, as a useless and purposeless person. i didn't regret it, even i enjoyed the change and the questions that popped up for full of this year. 
too desperate to feel sad and lost, and still don't have a reason to be happy, just a grateful of today and of the feeling
i don't want chocolate, i know exactly what i want for today but i also realize that there is 0% chance to make it happen, and me myself doesn't push forward to make the chance bigger, cause it's not right. i might feel the euphoria but i will loose my peace feeling and for now i choose the peace. too much euphoria could hurt more when it end. 

and there are still another musings. i hate to say but i feel i need help. o loose my sympathy to a person, a person who actually should get 100% of my sympathy and empathy. i loose it and i don't know how to find it back. but i want to find it back. I've seen my friends, they experienced worse, they don't have chance to fix it or enjoy the pleasure of having this person longer and i don't want to experience it first to make me appreciate it more. i wish by listening and understanding to my friends experiences, i will change, i will have more sympathy, i will be an easier person, i will try to match more, i will obey more. but the fact goes the other way. stubborn heads meet each other and sometimes just make it worse. more fight, more yell, more complain. 

while now, i am still looking for the answer about some questions. what i want for my life? who am i? what am i doing? what happen with me? can i die now? or soon? 

but it's my valentine day, a peace one. in my last two valentine, i get 2 information that the opposite of each other from one person. nice... wish you a long life