Senin, 26 September 2011

RINDU RUMAH

kalau di setiap detak jantung kamu selalu memikirkan mereka, aku tidak. aku mencari seseorang, sesuatu yang bisa membangkitkan suara yang selalu ingin kudengar. bukan hembusan angin, hanya sebuah suara yang bisa membuatku tersenyum barang sekejap.

tik...tik...tik... bunyi rantai sepeda platinum jenis tertua yang sudah berkarat dan kurang pelumas tertambat di satu tempat. akhirnya setelah menunggu 2 minggu platinum ini masuk bengkel juga. para tukang terus mengayuh pedal dengan tangan2 mereka yang sudah terbiasa, mendengarkan setiap bunyi tak wajar dengan insting terlatih mereka. baru kali ini aku menyadari bahwa sudah sejam lamanya aku menatap jarum jam yg berjalan perlahan tanpa bosan, hingga tangan penuh noda oli melambai ke arahku sembari menunjukkan buah tangannya. sepeda tua itu tetap seperti semula bentuk dan warnanya, hanya saja bisa kulihat polesan tangan beroli itu padanya yg memberi sedikit kecerahan.

kutepuk CPU komputerku... berdengung kencang tanpa menunjukkan adanya kemajuan. layar monitor masih saja gelap, kugoyang-goyang kan setiap kabel mulai dari yang memang merupakan penghubungnya hingga kabel yang bahkan ujungnya pun sudah tidak ada, berharap ada sedikit warna yg muncul di monitor. kuangkat tangan, menyerah. kubanting tubuhku ke atas kasur, bukan frustasi, hanya sedikit perlu bersabar. setua aku itu perangkat, jd ada penghormatan khusus yang selalu kuberikan. untungnya semua riset sudah kusimpan dalam makhluk kecil canggih, entah apa mereka menyebutnya tapi aku lebi suka menyebutnya flashdisk.aku berharap bisa mengulang mempelajari semua itu melalui eyang komputer ini sebelum aku benar-benar harus maju dengan hanya berbekal flashdisk.

aku nggak pernah pergi dari sini karena tak ada yang memanggilku. mereka semua asik dengan harapan pada masing-masing ego yang tak pernah habis, sama seperti aku yang tersesat pada harapan kosong tanpa bekas.

kukencangkan dasiku, lebih untuk mengumpulkan kepercayaan diri daripada kerapian. kutatap satu-satunya cermin di ruangan ini dan merasakan keinginan untuk tetap diam. sulitnya harus menjadi orang lain yang membuatku enggan keluar dari ruangan ini, namun semakin aku diam, semakin aku jauh dari suara itu. kertas-kertas bertebaran di lantai, aku sudah berjanji akan membereskannya jika ujianku kali ini diterima, atau setidaknya dihargai. ku raih flashdisk kecil di atas meja dan memasukkannya ke kantong hem lengan panjangku.

kutuntun sepedaku hingga keluar gang sempit tersebut. kuhela nafas perlahan, pastikan udara hari itu lah yang memang kutunggu. NGIKKK... NGIKKK.... bunyi karat tak begitu kentara, sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. hari belum terlalu siang namun ini pun sudah bukan jam masuk sekolah, dengan demikian aspal tak sepanas siang nanti ataupun 1-2 jam yang lalu, cukup untuk menjaga ban sepeda baruku. kemudian aku memasuki kawasan yang dipenuhi dengan gedung-gedung yang tingginya tak terkira. seolah ingin menyentuh langit. tak butuh lebih dari 15 menit untuk menyampaikan ke diriku ke sebuah gedung tua yang menurut perkiraanku merupakan peninggalan Belanda. seperti saat aku datang pertama kali 2 minggu yang lalu, mereka amat sangat ramah. tak peduli jabatan mereka namun mereka menyapaku. dan kuhampiri wanita yang tempo hari memberiku informasi dan kini aku membutuhkannya lagi. dia mempersilahkanku memasuki sebuah ruangan ber-AC dan terlihat lenggang. memang, hanya ada 3 orang lelaki yang sedang memangku timbunan lemak mereka di atas kursi nan empuk.

aku hanya berpikir mungkin ini akan menjadi 15 menit paling berarti sepanjang sejarah hidupku....

aku berdiri menunggu. tegang memenuhi benakku, dan mungkin beberapa orang di sekitarku, para office boy dan seorang satpam. mereka tidak mengenalku, namun mengerti perasaanku, seolah mereka pernah melaluinya, dan memang terjadi dahulu. sudah berkali-kali wanita yg memberiku informasi mempersilahkanku duduk di kursi tamu yang sederhana. mereka tau aku gelisah sehingga tidak bisa duduk, bukan karena kursi tamu tersebut hanya kursi kayu sederhana yang artistik.

ditanganku kupegang dengan hati -hati sepucuk amplop putih. ku robek ujungnya dan kukeluarkan isi nya. selembar kertas. kubaca. ada setitik dalam hati yang mengatakan aku harus kuat dan setitik lagi berteriak agar aku segera melonjak gembira. kekecewaan dan kelegaan berpadu dengan kuat dan akan terbawa hingga nanti mungkin saat masuk ke gedung lain, dan saat nanti bekerja dengan senyum merekah di kantor tersebut.


mungkin memang bukan saat ini untuk pulang... akan ada waktunya, meski esok hanya akan tinggal nama....

Kehilangan

tiba-tiba saat ini rasa ini menyerang, seolah aku tak tak dibiarkan melupakan itu semua....
namun tanpa invasi ini pun aku takkan pernah melepas sedikitpun dari ingatanku...
semua hal yang pernah dilalui ada di memori ini dan aku bangga menjadi satu hal yang berharga dari hal yg sangat besar


tak peduli sepenting apa, namun aku tau bahwa aku sangat ingin kembali pada masa itu....
karena setiap detik yang kulewati terasa berbeda tanpa kalian
karena setiap derai tawa yang kudengar terasa kosong tanpa kalian
karena setiap gelak canda yang terlontar terasa asing karena bukan kalian yg berucap
karena setiap inci mata memandang tak bisa kutemukan kebersamaan yang dulu pernah mengepungku
karena setiap harinya tak ada lagi sambutan hangat di antara kita
karena setiap lagu yang dinyanyikan kini takkan sama jika tanpa kalian
karena ketika sebuah tangis pecah takkan berhenti sebelum mata bertemu
karena jejak panas itu adalah milik kalian bukan aku seorang
karena setiap jam yang pernah berlalu selalu kulewati dengan kalian
karena setiap tetes air mata yang jatuh adalah untuk mengenang kita

tangisan ku untukmu
berikan senyummu untuknya dan kita akan kembali bersama
menjadi barisan lingkaran tanpa akhir
menjadi simbol kebanggaan kata kita
menjadi harapan ditengah kesayuan
menjadi nafas di tengah kesesakan
menjadi gelap ketika semua teramat terang
menjadi penanda akan sebuah ketidaksempurnaan yang tak kan pernah hilang
menjadi nyanyian tidur penuh ketenangan
menjadi senyuman haru
menjadi kaitan tangan tak terurai untuk hadapi semua bersama
menjadi seonggok daging yang berusaha dimakan oleh si empunya

satu, dua tarikan nafas....
tiga, empat kali kedipan mata
tetap tak bisa kuubah angka pada arloji di pergelangan tanganku
lima, enam kali ku tertidur
tetap tak bisa bawaku kembali ke mimpi yang tak pernah menjadi nyata
tujuh, delapan kali aku menggelengkan kepala
tak bisa kembalikan pelukan yang selalu hangatkanku
sembilan hari berlalu
dan sadarkanku untuk menjadikan semuanya hanya sebatas kenangan yang tak terlupa
sepuluh bulan berlalu
dan bawaku duduk disini... menulis apa yang tak pernah ingin kutulis karena aku tak ingin berpisah

pada akhirnya aku memang disini
menjadi seseorang yang akan selalu terjaga bersama yang lainnya juga namun pada terpotong waktu dan jengkal yang tak terhitung banyaknya.....

Minggu, 25 September 2011

"Nglunjak"

saya menelusuri tentang perilaku yang sering disebut nglunjak ini, dimana subjek mengalami puncak kesenangan yang menyebabkan dirinya lupa diri.menurut saya terdapat dua versi nglunjak, nglunjak yang dibuat-buat dalam artian mengambil kesempatan dalam kesempitan dan nglunjak yang refleks, dimana orang secara tidak sadar telah melakukan hal yang membuktikan kesenangannya.
nglunjak biasanya terjadi pada orang yang baru saja mendapat berita bagus, yang menyebabkan dirinya menjadi kehilangan kendali dalam menunjukkan bukti kesenangannya. menurut saya nglunjak memang terkadang merepotkan individu di sekeliling subyek, namun permasalahannya adalah ketika nglunjak ini bukanlah hal yang disengaja. 
menurut pengamatan saya, orang yang nglunjak itu biasanya mencari perhatian pada orang-orang yang dianggapnya mempunyai posisi lebih tinggi. dengan demikian maka akan timbul kesan kurang baik terhadap subyek dari para individu sekelilingnya. nglunjak bukanlah hal negatif, itu hanyalah salah satu bukti kerefleksan manusia dalam menunjukkan kegembiraannya.
nglunjak memang membuat sebal orang, karena dengan demikian orang yang sebelumnya merasa nyaman dengan sikap subyek yang biasa menjadi kurang nyaman karena tidak terbiasa, atau lebih dikenal dengan istilah 'illfeel'. tak dipungkiri bahwa subyek terkadang sulit untuk menyadari perubahan sikapnya yang merepotkan, dan terkadang sikap yang terbilang nglunjak tersebut sering memalukan orang-orang disekitarnya. 
menurut pendapat saya nglunjak itu tidak baik bagi yang kondisi sosial masyarakatnya kurang bisa menerima sesuatu yang berlebih atau berubah dengan sangat cepat untuk sementara, dan lebih cocok untuk orang sederhana yang bisa menerima segala kelebihan kekurangan serta memberi kesempatan bagi kesenangan untuk tampil melalui nglunjak tersebut. nglunjak agak sulit untuk dihindari namun lebih mudah untuk menghentikannya, maksudnya ialah, karena nglunjak merupakan bentuk refleks, maka hanya bsa disadari ketika hal tersebut sudah terjadi. yang pertama diperlukan kan kepekaan, jika subyek bisa peka terhadap perubahan suasana maka dia akan lebih mudah memperbaik sikapnya, entah dengan menghilang ke suatu tempat dimana ia bisa memikirkan apa yang akan dilakukannya agar tidak meneruskan ke'nglunjakannya' atau dengan cara tetap berdiam disitu dan mempraktekkan alasan yang telah dicari sebelumnya dengan baik.
agak menyakitkan ketika menyadari bahwa orang-orang di sekitar kurang senang terhadap keberhasilan mereka, terlebih apabila keberhasilan tersebut kita tunjukkan dan tanpa sengaja mengancam keberhasilan pihak lain, tak ada yang berhenti untuk menusuk dari belakang ketika subyek semakin mengancam.


ketika subyek menyadari dirinya nglunjak dan tidak berusaha menghentikannya maka itu termasuk subjek dengan maksud mengambil kesempatan dalam kesempitan. poin kedua ini bisa berdiri sendiri atau bisa merupakan kombinasi (kalimat pertama paragraf ini). jika berdiri sendiri ada istilah lain yang bisa mewakiliknya yang kebetul saya pilih yang agak negatif : caper (cari perhatian). dengan demikian memang tak ada niat unutk menghentikan niatnya tersebut.


sumber: 90% pengamatan
             10% kesimpulan sendiri