Senin, 24 Oktober 2016

Hey Sunshine

Would you keep chasing when you know you're running for nothing?
Would you keep expecting when you know you don't even match the type?
Would you keep watching the stars while the one you waiting for never really show up?

But
Would you stop trying when you know no one see it?
And
Would you stay in the dark when you know you've got the new sunshine around?

Hey sunshine, would you drag me to your warmth and let me live again?
Or is it just a short visit to push me harder to stay strong?

Somehow,
May be,
I need to be saved
I am waiting for a saviour

Adeninova atmojo

Minggu, 23 Oktober 2016

THE WEEK (part 1) - First Game

Siapa yang sesungguhnya bertanggungjawab atas apa yang akan dirasa? Semua nya sudah mengerti bahwa penyesalah datang di akhir, dan mungkin kini sebagian orang menyadari bahwa penyesalan meneror sejak awal, rasa was-was dan gugup akan sesuatu yang tidak sempurna.

  • Then how to tell you about it? May be this week is the most tiring week as I remember for this year, but the feeling piled up, leave me a pain in my back every morning when I awake for these last few days.


“Aku nggak tau kenapa, tapi aku nggak bisa maksimal”
“Ya itu yang harus kamu cari tau, apa yang bisa dorong kamu. Kamu bisa bagus banget, nggak ada yang bisa ngehentiin kamu, kaya even kemarin, tapi kamu juga kalo jelek, jelek banget udah…”

Siapa itu? Siapa yang mengeluh, siapa yang menasehati, siapa yang merasa, siapa yang mencari jawaban, siapa yang kehilangan? Jangankan berpikir, terkadang semua fisik terasa telah terupayakan. Namun kenyataannya belum.

Hari Senin, sebuah titik baru, ujian pertama yang ……. Ternyata gagal. Pikirku melihat Captain Tsubasa, dia mengerti apa yang diinginkannya, yang diinginkan timnya, dan visinya jelas luar biasa, skillnya tidak dapat dipungkiri dan motivasinya jelas serta mampu menjadi motivasi bagi seluruh tim. Begitu layak, begitu menyenangkan, begitu pas. Aku agaknya merindukan sosok itu di dalam timku, dan bukan seseorang dengan skill pas-pasan, penampilan yang tidak stabil dan cenderung buruk, tidak mampu melihat dan menegur di dalam lapangan, dan bahkan dirinya lebih cenderung butuh ditegur. Macam apa itu, bukan yang dibutuhkan tim saat ini.

Bahkan tidak bisa dipungkiri keraguan dan keengganan melingkupi teman setaranya, yang memiliki skill lebih unggul, pengalaman terbanyak namun tak menjabat sebagai seorang pemimpin, sedangkan ia, dipasrahi sebuah tanggung jawab yang bahkan tak pernah terpikir untuk diembannya.

Aku sendiri pun tak mampu memahami bagaimana ini terjadi. Namun dari caraku memandang diriku sendiri, semua ini takkan mampu membuatku lebih baik, lebih dipercaya, lebih dihormati. Siapa aku? Aku yang harus membentuknya, biar mau apa dikata oleh mereka setaraku, namun aku memiliki orang-orang yang akan mampu melihatku sebagai diriku yang baru, sebagai citra yang diberikan ketika mereka mengenalku, yang harus kulakukan hanya memastikan bahwa aku mampu dipandang seperti itu. Bukan hal buruk, justru sebuah tantangan untuk menjadi lebih  baik. Permasalahannya bukan ada di aku yang tidak mau menerima atau pun tidak mau berkembang, karena aku mau. Namun permasalahannya, apakah tim ini mampu menunggu perkembanganku, karena dari sudutku, aku melihat bahwa tim ini membutuhkan lebih dari seorang yang sedang belajar memimpin, mereka membutuhkan pemimpin yang sudah matang, yang tau kemana tim ini harus dibawa.

Terbilang buruk untuk umurku dan pengalamanku selama ini, tidak seperti yang timku, pelatihku dan terlebih diriku harapkan. Aku bisa menerima hari Senin ini dengan pertimbangan bahwa aku berusaha lepas dari ketergantunganku terhadap cairan penguat itu, bukan permainan buruk menurutku melihat aku berusaha lepas, tapi semua itu berbalik menjadi salah begitu hasil yang didapat begitu mengecewakan. Mungkin akan berbeda jika cairan itu kuminum dan aku bisa lebih maksimal. Nilai ku E untuk membawa sebuah tim besar ke dalam kesuksesan, dan  nilai A untuk membawa mereka ke dalam kejatuhan.

Apa yang akan kau lakukan ketika ketika kamu sungguh berupaya dan focus, namun justru menyeretmu terlalu jauh dalam lamunan dan membuyarkan semua upayamu. Tak focus tak maksimal tak berhasil. Sementara, semua yang kubutuhkan ada disitu, motivasi psikis, ada dan begitu dekat, motivasi fisik disediakan dengan memadai, namun aku lupa dengan motivasi diriku sendiri, yang tak pernah benar-benar kutemui.


Aku pulang dengan rasa kecewa tentu, beban semakin berat, dan senyum di wajah. Senyum yang aku sendiri merasa tak pantas untuk kusunggingkan, namun tangis dan sesal lebih layak kusimpan dan kuutarakan ketika tak seorang pun ada di sekitar. Ketika kamu menjadi pemimpin, tugasmu adalah mengangkat moral dan semangat mereka, keberhasilanmu dapat mengangkat mereka, namun rasa jatuhmu yang ikut mereka rasakan akan lebih sulit diobati pada akhirnya, jadi jangan biarkan mereka melihatnya.

Rabu, 05 Oktober 2016

Malam Ceria

Seperti mengalihkan semua kekuatan alam, ketika kemarahan datang terkadang tak  ada objek lain yang lebih menarik selain dirimu. Namun apakah arti kemarahan itu sendiri ketika dituruti hanya mengundang sesal di akhir.

Dikelilingi oleh orang-orang asing, hanya dua orang diantaranya benar-benar berarti dan mengerti. Satu orang berada di dalam ruangan, menikmati profesinya dalam kelelahan yang dia sesalkan di antara waktu luang yang ada untuk beristirahat. Kantung matanya tak pernah pudar, hanya sesekali tampak lebih tipis karena waktu yang dengan baik ia gunakan untuk istirahat. Waktu kami saling mengenal tak lama, namun aku tau bahwa aku rela menjadi membantunya apapun agar kami tetap berteman, dan sebenar agar membuat dirinya tau bahwa ia berharga bagiku.

Seorang lagi di duduk di depanku, terpaku pada gadgetnya, smartphone dan laptop yang ia andalkan untuk bertahan hidup. Hidupnya tak mudah jelas, terutama dibandingkan dengan hidupku, dan aku jelas bukan orang yang dia butuhkan, hanya teman bermain saja. Namun bagiku dia seorang guru, seorang panutan yang sangat kuhormati karena pengalaman hidupnya. Dia bukan orang yang sepenuhnya benar, tapi bukankah semua orang begitu? Orang yang juga selalu kuandalkan ketika merana dan bahagia datang, tidak harus selalu bercerita namun ada di saat-saat seperti itu sudah cukup.

Malam semakin larut dan tempat ini semakin ramai. Seorang bule yang duduk di ujung depanku tak lagi sendiri. Sempat kupikir ia hanya berkunjung untuk melihat salah satu tempat recommended dan berlalu seperti turis pada umumnya. Tak demikian ternyata. Seorang temannya datang setelah gelas kopinya habis, mengakhiri penantiannya. Sederet cerita terlontar dengan antusias setelah temannya mengucapkan penyesalannya karena keterlambatan yang tak juga ia harapkan. Bahasa yang masih bisa kutangkap sedikit-sedikit dalam keterbatasan ini. Senang rasanya memiliki teman saat berada di tempat asing.

Tiga orang di sebelah kananku belum lama datang, tempat yang mereka duduki tak pernah kosong dalam waktu yang lama, dan bahkan saat ini hanya ada satu meja kosong di dalam ruangan no smoking. Ketiganya asyik mengobrol disela asap tembakau berfilter khas anak muda. Hmm tapi sebungkus sampurna kretek tampak di atas meja, tak semuanya ternyata. Sederet meja panjang ditengah tak hanya diisi mereka bertiga, begitu nyaman sampai aku tak menyadarinya.

Kulihat seorang adik kelasku di dalam ruangan no smoking, aku tak bisa mengingat namanya, namun wajahnya jelas familiar. Sudah terlalu lama untuk jaman SMP bagiku mengingat siapa namanya, toh dia hanya seorang adik kelas, salah satu orang berada yang sangat kuingat gayanya yang glamor saat itu.

Tak kutau apa yang ada di belakangku, hanya obrolan yang semakin riuh karena diserang rintik hujan, salah satu bunyi yang begitu menentramkan. Yang kutau meja di belakangku baru saja terisi. Berbeda dengan mejaku sendiri, penghuninya telah berganti lagi kecuali diriku. Dua orang yang belakangan menjadi teman main dan menugasku. Lucu rasanya bisa dekat dengan mereka seperti ini, di ajak berkumpul dengan orang-orang yang kupuja dan kukagumi. Dan juga sebagai perenunganku untuk bersikap lebih baik setelah pengalaman-pengalaman kehilangan teman.

Aku tau kamu entah dimana, mungkin di peraduanmu, sedang mengalami pertentangan. Dan aku disini merasa tak berguna, tak berguna bagi niat dan tekadku, tak berguna untuk berusaha memahamimu. Musuhku masih tetap dirimu, tekadmu dan prioritasmu yang berganti hanya tekadku untuk tak lagi berusaha memahamimu yang tampaknya tak berguna juga. Mau bertaruh bagaimana pun juga, aku takkan bisa merubah tekadmu. Kewajiban ini bertentangan dengan tanggung jawabmu saat ini, dan mau bagaimanapun kamu menunjukkan kamu berusaha memprioritaskan kewajibanmu, aku tak  akan mempercayaimu. Bahkan ketika kamu mampu pun kamu tak menunjukkannya, kamu lebih memilih terseret dalam ajakan orang-orang, tempat yang nyaman bagimu.

Ledakan amarahku bercampur. Padamu? Padaku? Pada semuanya. Bahkan pengendara motor pun jadi sasaranku. Dan aku kelelahan belakangan ini. Kelelahan yang tidak kupahami, atau mungkin kupahami namun tak bisa kukendalikan. Aku harus berlari kepada siapa, situasi yang sama yang dulu sempat kukendalikan kini muncul lagi. Tak berharga sungguh.

Ku bernafas sekali lagi. Kelelahanku kuserahkan pada ahlinya yang mungkin bisa membantu. Lima macam alternative dialamatkan langsung, kuharap bisa berfungsi bagiku. Doaku selalu tentangmu, begitu juga pikiranku, mimpiku, hanya kata-kataku yang sekarang kukendalikan, tak ingin orang lain tau aku rapuh karenamu.


Blanco Coffee and Book

Senin, 03 Oktober 2016

Malam Ini

Kuteriakkan namaku menembus sunyinya malam disela deru angin laju motor ini. Lantang jelas dan agak menyesakkan, kebiasaan yang entah buruk atau baik namun harus dilakukan. Siapa yang akan membantuku menghentikan semua ironi dan karma yang tak pernah berhenti berlari dalam benak ini jika bukan diri ini? Setidaknya lantangnya suaraku mampu meredam (sementara) suara-suara yang saling berteriak di dalam kepala. Aku lelah, kamu lelah, karma terus berputar bagai bumi yang orang global bilang bulat dan terus berputar. Ledakkan kepalaku jika bisa menghentikan semua ini.
Langit yang cerah setelah berhari-hari berawan, mendung, hujan datang tanpa ditebak. Berlari entah mau kemana lagi, kembali ke kenyataan? Namun bukankah semua akhirnya harus terbangun dari mimpi dan kembali meminang keputusan sulit? Malang bagi mereka yang selalu berhadapan dengan keputusan sulit, malang bagi mereka yang terjebak pada masa memilih, malang bagi mereka yang telah memilih namun tak mampu beranjak melakukannya. Bagi yang mampu bergerak maju pun bukan berarti kemalangan terhenti, melainkan berhasil menjajaki hidup di tingkat yang lebih tinggi dan kompleks.
Kosong, langit malam ini kosong. Hanya selimut hitam tanpa awan yang ada. Namun itu ada di depanku, sementara yang terindah ada ketika kepala kutolehkan ke belakang. Hamparan sinar-sinar kecil yang jauh dan takkan pernah terjangkau tersebar indah, mengawalku kembali ke peraduan, memberikan dukungan moral dan sepercik rasa bahagia melihatnya lagi setelah berhari-hari bahkan mungkin berminggu-minggu yang kelam. Kumatikan lampu motor, kumaksimalkan sinar-sinar redup nan indah itu agar bisa menunjukkan cahayanya meski sebuah crane berdiri kokoh dan terang memotong sebagian langit. Sudah sepi, sunyi, dan aku tak boleh berhenti meski hanya sejenak. Akan ada lagi malam-malam seperti ini, ketika langit cerah dan bintang-bintang berserakan tak terhitung. Tanggung jawab masih menunggu meski kuabaikan, harus tetap dihadapi seadanya, sesiapnya. Tanggung jawab yang kukorbankan untuk satu malam durhaka lainnya. Karma lainnya mungkin masih menunggu, dan bertindak seperti biasa takkan membantu. Ada tekad yang yang berusaha kutanamkan dengan ragu, namun mungkin bisa berhasil sehingga cukup aku yang menikmati karma ini.
Dunia apakah ini? Ketika berbuat salah begitu menggoda, ketika angan ini terus bermain.
 Andai…. Andai malam ini aku kembali di puncak merbabu….